Evakuasi Bilqis (4), bocah korban penculikan di Makassar kemudian ditemukan bersama komunitas Suku Anak Dalam (SAD) di pedalaman Jambi, berlangsung penuh drama. Setelah 2 hari negosiasi alot antara aparat dan tokoh adat, proses penyelamatan akhirnya berjalan damai tanpa insiden.
Tim gabungan kepolisian dari Makassar berangkat ke Jambi setelah mendapat petunjuk keberadaan Bilqis dari hasil pengembangan kasus. Polisi menempuh perjalanan total 16 jam menuju wilayah SAD di Merangin.
Setelah tiba di Jambi, polisi gabungan melakukan penangkapan terhadap pelaku MA (42) dan AS (36). Berdasarkan pengembangan, barulah polisi mengetahui bahwa korban telah dijual kepada Suku Anak Dalam Jambi seharga Rp 80 juta.
Polisi gabungan kemudian menempuh perjalanan darat 12 jam ke Kerinci, lalu 4 jam lagi menuju wilayah SAD di Merangin. Setibanya di lokasi, polisi melakukan negosiasi dengan kepala suku yang disebut Tumenggung dibantu Polres Merangin dan Dinas Sosial.
“Karena yang negosiasi itu kepala suku. Makanya alot. Perjalanan kepala suku lagi negosiasi ke situ bujuk mereka untuk menyerahkan, ada yang setuju ada yang tidak setuju,” ujar Kasubnit 2 Jatanras Polrestabes Makassar Ipda Supriadi Gaffar kepada wartawan, Senin (10/11).
Menurut Supriadi, proses negosiasi tepatnya dimulai sejak Jumat (7/11) malam hingga Sabtu (8/11) malam. Selama dua malam satu hari itu, polisi bersama kepala suku terus berupaya meyakinkan warga SAD agar mau menyerahkan Bilqis.
“Pokoknya mulai dari malam tembus pagi, malam lagi,” sebutnya.
Meski sempat berjalan alot, upaya negosiasi tersebut berakhir damai. Pihak Suku Anak Dalam bersedia menyerahkan Bilqis.
Supriadi menjelaskan polisi menggunakan pendekatan kemanusiaan agar warga SAD memahami bahwa Bilqis adalah anak hilang yang harus kembali ke orang tuanya. Mereka akhirnya luluh setelah diberi pengertian tersebut.
“Karena itu terkait dengan nyawa orang. Jadi, mereka juga punya hati nurani, kami memberikan pengertian bahwa posisikan diri Anda bagaimana kalau anak Anda diculik,” paparnya.
Proses penyerahan Bilqis sendiri sempat diwarnai tangis oleh warga Suku Anak Dalam Jambi. Bahkan, Bilqis juga sempat menangis saat hendak dijemput polisi.
Dalam video beredar, tampak Bilqis berada di pangkuan seorang lelaki yang merupakan warga Suku Anak Dalam di Jambi. Pria berkumis itu tampak bersedih saat Bilqis menangis histeris.
Lelaki itu tampak mengusap-usap kepala Bilqis yang menangis. Bilqis terlihat mengenakan jaket berwarna ungu dan bercelana panjang.
Sejumlah warga tampak berada di dekat Bilqis. Seorang wanita yang berada di depan lelaki itu juga terlihat menangis.
Ipda Supriadi Gaffar membenarkan video beredar tersebut. Supriadi menyebut warga Suku Anak Dalam di Jambi merasa berat melepaskan Bilqis.
“Karena memang hubungan emosional sudah terjalin antara mereka. Jadi, waktu kami mau mengambil adik Bilqis itu, adik Bilqis sempat meronta karena menganggap itu bapaknya. Saking dekatnya,” ucap Supriadi kepada wartawan, Senin (10/11).
Supriadi mengatakan Suku Anak Dalam sudah menganggap Bilqis sebagai anak sendiri. Situasi itu membuat proses negosiasi sempat berlangsung dua malam.
“(Negosiasi) Sangat alot karena mereka itu bertahan. Karena katanya itu anak sudah dianggap sebagai anaknya sendiri. Memang sih mereka itu merawat anak-anak yang diadopsi di dalam,” ucap Supriadi.
Proses negosiasi dengan Suku Anak Dalam melibatkan Polres Merangin dan dinas sosial setempat. Kepala suku setempat juga dilibatkan agar penyerahan Bilqis berlangsung kondusif.
“Kami tidak sempat masuk ke dalam sekali. Kita cuma menunggu di pertengahan hutan itu. Karena yang negosiasi itu kepala suku. Makanya ada beberapa mereka itu disebut Tumenggung kalau di dalam situ,” terangnya.
Simak selengkapnya: Bilqis 3 Kali Dijual Sejak Diculik di Makassar….
Polisi mengungkap korban Bilqis tiga kali berpindah tangan alias dijual sejak diculik di Taman Pakui Sayang, Makassar, Minggu (3/11). Terakhir, korban dijual seharga Rp 80 juta.
Kapolda Sulsel Irjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan pelaku yang pertama kali menculik Bilqis di Taman Pakui Sayang adalah Sri Yuliana alias Ana alias SY (30). Pelaku SY selanjutnya menjual Bilqis ke perempuan dari Jakarta NH (29) warga Sukoharjo.
“Dari hasil penyelidikan Polrestabes Makassar mengamankan SY sebagai pelaku utama membawa korban dari TKP ke kos pelaku di Jalan Abubakar Lambogo kemudian menawarkan korban melalui medsos Facebook,” jelas Djuhandhani kepada wartawan, Senin (10/11).
NH sendiri rela menempuh perjalanan menggunakan pesawat dari Jakarta ke Makassar demi menjemput korban. Wanita NH sendirilah yang menjemput Bilqis di kos milik SY.
“Hasil pengakuan asal dari Jakarta dan datang ke Makassar untuk membawa korban dengan transaksi sebesar Rp 3 juta rupiah di kos pelaku (SY),” bebernya.
Selanjutnya, NH menjual korban seharga Rp 15 juta kepada pelaku MA (42) dan AS (36) di Jambi. Setelah menyerahkan korban, NH langsung kabur ke kampung halamannya di Sukoharjo, Jawa Tengah.
“Menjual kepada AS dan MA. Pengakuan NH (pelaku AS dan MA) sebagai keluarga di Jambi, (dijual) sebesar Rp 15 juta, dengan dalih membantu keluarga yang 9 tahun belum punya anak. Setelah menyerahkan korban, NH langsung melarikan diri ke Sukoharjo, Jawa Tengah, dengan NH mengaku telah 3 kali menjadi perantara adopsi ilegal,” ungkap Djuhandhani.
Sementara itu, pelaku AS dan MA mengaku membeli korban dengan harga Rp 30 juta dari NH. Setelah itu, korban kembali dijual dengan harga Rp 80 juta ke salah satu suku di Jambi.
“Kemudian AS dan MA mengaku membeli korban dari NH sebesar Rp 30 juta dan menjual kembali kepada kelompok salah satu suku di Jambi seharga Rp 80 juta. Keduanya telah mengaku memperjualkan 9 bayi dan 1 anak melalui Tiktok dan WA,” jelasnya.
Polisi sendiri langsung menetapkan pelaku SY, NH, MA, dan AS sebagai tersangka. Keempatnya langsung ditahan penyidik.
Keempat tersangka dijerat dengan pasal tentang perlindungan anak dan pasal tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Keempat tersangka terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun.
“Pasal disangkakan adalah Pasal 63 juncto, Pasal 76 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak dan atau Pasal 2 Ayat 1, 2 juncto, Pasal 17 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang,” ujar Djuhandani.
Djuhandhani menambahkan pihaknya masih mendalami kasus penculikan Bilqis. Menurutnya, kasus ini kemungkinan terkait dengan jaringan perdagangan anak yang berada di daerah lain.
“Tentu saja apa yang kita laksanakan pengungkapan ini kami akan terus mengembangkan dan berkoordinasi dengan Bareskrim terutama dengan Direktorat PPA Bareskrim Polri dan Direktorat tindak pidana umum Bareskrim Polri, karena kita akan kembagkan apakah berkaitan dengan TKP, TKP yang selama ini terjadi,” imbuhnya.
Polisi mengungkap korban Bilqis tiga kali berpindah tangan alias dijual sejak diculik di Taman Pakui Sayang, Makassar, Minggu (3/11). Terakhir, korban dijual seharga Rp 80 juta.
Kapolda Sulsel Irjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan pelaku yang pertama kali menculik Bilqis di Taman Pakui Sayang adalah Sri Yuliana alias Ana alias SY (30). Pelaku SY selanjutnya menjual Bilqis ke perempuan dari Jakarta NH (29) warga Sukoharjo.
“Dari hasil penyelidikan Polrestabes Makassar mengamankan SY sebagai pelaku utama membawa korban dari TKP ke kos pelaku di Jalan Abubakar Lambogo kemudian menawarkan korban melalui medsos Facebook,” jelas Djuhandhani kepada wartawan, Senin (10/11).
NH sendiri rela menempuh perjalanan menggunakan pesawat dari Jakarta ke Makassar demi menjemput korban. Wanita NH sendirilah yang menjemput Bilqis di kos milik SY.
“Hasil pengakuan asal dari Jakarta dan datang ke Makassar untuk membawa korban dengan transaksi sebesar Rp 3 juta rupiah di kos pelaku (SY),” bebernya.
Selanjutnya, NH menjual korban seharga Rp 15 juta kepada pelaku MA (42) dan AS (36) di Jambi. Setelah menyerahkan korban, NH langsung kabur ke kampung halamannya di Sukoharjo, Jawa Tengah.
“Menjual kepada AS dan MA. Pengakuan NH (pelaku AS dan MA) sebagai keluarga di Jambi, (dijual) sebesar Rp 15 juta, dengan dalih membantu keluarga yang 9 tahun belum punya anak. Setelah menyerahkan korban, NH langsung melarikan diri ke Sukoharjo, Jawa Tengah, dengan NH mengaku telah 3 kali menjadi perantara adopsi ilegal,” ungkap Djuhandhani.
Sementara itu, pelaku AS dan MA mengaku membeli korban dengan harga Rp 30 juta dari NH. Setelah itu, korban kembali dijual dengan harga Rp 80 juta ke salah satu suku di Jambi.
“Kemudian AS dan MA mengaku membeli korban dari NH sebesar Rp 30 juta dan menjual kembali kepada kelompok salah satu suku di Jambi seharga Rp 80 juta. Keduanya telah mengaku memperjualkan 9 bayi dan 1 anak melalui Tiktok dan WA,” jelasnya.
Polisi sendiri langsung menetapkan pelaku SY, NH, MA, dan AS sebagai tersangka. Keempatnya langsung ditahan penyidik.
Keempat tersangka dijerat dengan pasal tentang perlindungan anak dan pasal tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Keempat tersangka terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun.
“Pasal disangkakan adalah Pasal 63 juncto, Pasal 76 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan anak dan atau Pasal 2 Ayat 1, 2 juncto, Pasal 17 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang,” ujar Djuhandani.
Djuhandhani menambahkan pihaknya masih mendalami kasus penculikan Bilqis. Menurutnya, kasus ini kemungkinan terkait dengan jaringan perdagangan anak yang berada di daerah lain.
“Tentu saja apa yang kita laksanakan pengungkapan ini kami akan terus mengembangkan dan berkoordinasi dengan Bareskrim terutama dengan Direktorat PPA Bareskrim Polri dan Direktorat tindak pidana umum Bareskrim Polri, karena kita akan kembagkan apakah berkaitan dengan TKP, TKP yang selama ini terjadi,” imbuhnya.







