GMTD Klaim Eksekusi Lahan 16 Hektare di Tanjung Bunga karena Menang Gugatan

Posted on

PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk, buka suara soal tudingan penyerobotan lahan sekitar 16 hektare di Jalan Metro Tanjung Bunga, Kota Makassar. GMTD menegaskan eksekusi tersebut dilakukan karena pihaknya memenangkan gugatan sengketa lahan di Pengadilan Negeri (PN) Makassar.

Presiden Direktur PT GMTD Ali Said menyebut eksekusi lahan tersebut sudah sesuai dengan Berita Acara Pelaksanaan Eksekusi Nomor 21 EKS/2012/PN.Mks. jo No.228/Pdt.G/2000/PN.Mks yang telah berkekuatan hukum tetap. Eksekusi tersebut berlangsung tertib oleh Panitera dan Juru Sita PN Makassar pada Senin (3/11).

“Kami bersyukur bahwa proses hukum telah berjalan secara adil dan transparan. Pelaksanaan eksekusi hari ini menandai berakhirnya sengketa panjang dan menjadi bukti nyata kepastian hukum di Indonesia,” ujar Ali Said dalam keterangannya yang dikutip Selasa (4/11/2025).

Sementara itu, Kuasa Hukum PT GMTD Agustinus Bangun mengklaim lahan tersebut kini resmi berada dalam penguasaan PT GMTD seiring dengan tuntasnya eksekusi. GMTD berencana mengembangkan kawasan Tanjung Bunga yang diharapkan membuka lapangan kerja baru dan berdampak positif bagi perekonomian daerah.

“Kami berkomitmen mengelola lahan ini secara bertanggung jawab dan sesuai peraturan yang berlaku. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Pengadilan Negeri Makassar, aparat keamanan, dan pemerintah daerah atas dukungan dalam memastikan eksekusi berjalan lancar,” kata Agustinus.

“PT GMTD berharap seluruh pihak menghormati putusan pengadilan dan mendukung rencana pemanfaatan lahan sesuai ketentuan perundang-undangan,” imbuhnya.

PT Hadji Kalla sebelumnya menyatakan keberatan pihak GMTD menguasai lahan seluas 16,41 hektare di kawasan Jalan Metro Tanjung Bunga. Pihak Hadji Kalla mengajukan permohonan ke PN Makassar untuk membatalkan eksekusi lahan tersebut.

“Klien kami telah mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Makassar untuk membatalkan penetapan eksekusi atau setidaknya menunda pelaksanaan eksekusi sampai ada kejelasan status hukum hak atas tanah tersebut,” ujar Kuasa hukum Hadji Kalla, Azis Tika kepada wartawan, Kamis (30/10).

Azis menjelaskan lahan yang disengketakan memiliki alas hak resmi berupa empat sertifikat hak guna bangunan (HGB) atas nama Hadji Kalla. Sertifikat itu diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Makassar pada 8 Juli 1996 dan telah diperpanjang hingga 24 September 2036.

Menurut Azis, Hadji Kalla telah menguasai lahan tersebut sejak 1993 melalui transaksi jual beli sah dari pemilik sebelumnya. Aktivitas pematangan lahan dan pemagaran di lokasi itu sebagai bagian dari rencana pembangunan properti terintegrasi.

“Sertifikat yang kami miliki dari sejak jual belinya tahun 1993 itu, yang kami beli dari orang tua dari Karaeng Idjo itu, ahli waris dari Pallawarukka. Kemudian kita miliki dari sejak 1993 itu sampai info sekarang,” katanya.

Azis mengaku heran karena GMTD mengklaim seluruh sertifikat yang dimiliki Hadji Kalla tanpa pernah melibatkan pihaknya dalam sengketa hukum sebelumnya. Dia menilai permohonan eksekusi GMTD terhadap lahan di Tanjung Bunga keliru.

Menurutnya, Hadji Kalla bukan pihak dalam perkara Nomor 228/Pdt.G/2000/PN Mks antara GMTD melawan Manyombalang Dg Solong. Dia menegaskan putusan itu hanya mengikat para pihak yang berperkara dan ahli warisnya, bukan pihak ketiga seperti Hadji Kalla.

“Kalaupun itu pihak GMTD pernah menyampaikan bahwa memiliki suatu putusan dari Mahkamah Agung tentang nomor perkara 228, itu kan bukan pihak Hadji Kalla, tapi dari Manyomballang. Kami tidak ada hubungan dengan Manyomballang,” terangnya.

Azis menerangkan sengketa hukum yang dimenangkan GMTD itu melibatkan pihak yang sudah meninggal dunia dan tidak pernah menguasai lahan yang kini dimiliki Hadji Kalla. Karena itu, eksekusi terhadap lahan yang bukan menjadi objek perkara disebutnya sebagai pelanggaran hukum.

“Bisa jadi, itu dugaan salah objek,” sebutnya.

Kuasa hukum Hadji Kalla meminta pengadilan meninjau ulang rencana eksekusi lahan. Mereka menilai langkah itu penting agar pihak yang memiliki hak sah tidak dirugikan.

“Melaksanakan eksekusi terhadap pihak di luar amar putusan merupakan pelanggaran prinsip hukum (ultra petita eksekusi),” tegasnya.

PT Hadji Kalla Keberatan GMTD Kuasai Lahan 16 Hektare di Tanjung Bunga

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *