Mantan Kepala Dinas Sosial (Kadinsos) Makassar Mukhtar Tahir membacakan nota pembelaan atau pleidoi terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang kasus dugaan korupsi dana COVID-19 tahun anggaran 2020 senilai Rp 5,2 miliar. Mukhtar meminta majelis hakim membebaskannya dari segala tuntutan.
Nota pembelaan itu dibacakan oleh penasihat hukum Mukhtar Tahir, Arif Munandar dalam sidang pledoi yang digelar di Ruang Harifin Tumpa, Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Jumat (18/9). Arif menilai tuntutan jaksa penuntut umum tidak sejalan dengan fakta hukum yang terungkap di persidangan.
“Fakta hukum yang dikemukakan dalam perkara ini, sangat tidak bersependapat dengan tuntutan penuntut umum,” ujar penasihat hukum Mukhtar Tahir, Arif Munandar saat membacakan nota pembelaan, Jumat (18/9/2025).
Arif menegaskan tuntutan jaksa tidak didasarkan pada fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan. Dia pun meminta majelis hakim menyatakan Mukhtar tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
“Menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi,” ungkapnya.
Dalam pleidoinya, Arif meminta majelis hakim membebaskan Mukhtar dari seluruh dakwaan, baik primer maupun subsider. Dia juga mendesak agar harkat, martabat dan nama baik Mukhtar Tahir dipulihkan sebagai orang yang tidak bersalah.
“Membebaskan terdakwa dari dakwaan primer tersebut. Membebaskan terdakwa dari dakwaan subsider. Memulihkan harkat dan martabat serta nama baik terdakwa Mukhtar Tahir sebagai orang yang tidak bersalah,” katanya.
Selain Mukhtar Tahir, enam terdakwa lainnya juga meminta dibebaskan dari tuntutan jaksa. Salah satunya Direktur CV Sembilan Mart, Fajar Sidiq, yang dituntut 3 tahun penjara, denda Rp 50 juta, serta uang pengganti Rp 660,9 juta. Penasihat hukumnya menegaskan kliennya hanya bertindak sebagai penyedia barang tanpa kewenangan maupun keterlibatan dalam rapat di DPRD Makassar.
“Hanya sebagai penyedia barang. Tidak memiliki kewenangan atau hadir dalam rapat di DPRD,” ujar Penasihat Hukum Fajar Siddiq, Ulil Amri dalam persidangan.
Dia menilai kliennya baru hadir setelah menerima surat keterangan resmi sebagai penyedia. Menurutnya, penunjukan dilakukan langsung oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kepada sembilan penyedia barang.
“Terdakwa baru hadir setelah adanya surat keterangan resmi sebagai penyedia. PPK melakukan penunjukan langsung ke 9 penyedia,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, JPU Kejati Sulsel menuntut mantan Kadinsos Makassar Mukhtar Tahir dengan pidana penjara 5 tahun terkait kasus korupsi dana COVID-19 tahun anggaran 2020. Mukhtar diadili bersama enam terdakwa lainnya dalam perkara yang sama.
Ketujuh terdakwa dijerat tuntutan pidana penjara yang bervariasi, mulai 1,5 tahun hingga 5 tahun. Mereka juga dibebankan membayar denda dan uang pengganti dengan total akumulasi mencapai Rp 5,2 miliar.
“Dalam tuntutannya, ketujuh terdakwa didakwa melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan subsidiair,” kata Kasipenkum Kejati Sulsel Soetarmi dalam keterangannya, Jumat (12/9).
Soetarmi menyebut, tuntutan terberat dijatuhkan kepada Mukhtar Tahir yakni 5 tahun penjara, denda Rp 100 juta, serta uang pengganti Rp 983,4 juta. Sementara enam terdakwa lain juga dituntut pidana dan diminta mengembalikan kerugian negara.
Mereka yang ikut membacakan nota pembelaan yakni Wakil Direktur PT Mulia Abadi Perkas Salahuddin bin Balak, Direktur CV Adifa Raya Utama Suryadi bin Badawi, dan Direktur CV Mitra Sejati Syamsul bin Dg Bongka. Ada pula Direktur CV Sembilan Mart Fajar Sidiq, Direktur CV Annisa Putri Mandiri M Arief Rachman, serta Direktur Utama CV Zizou Insan Perkasa Ikmul Alifuddin.