Kementerian Kehutanan mencatat luas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di (Sulsel) mencapai 474,91 hektare sepanjang Januari hingga Mei 2025. Luasan terbesar berada di wilayah Areal Penggunaan Lain (APL) dengan sebaran kebanyakan terjadi di Kabupaten Pinrang.
“Untuk hotspot cukup banyak. Setelah diidentifikasi sebagian itu adalah pada kawasan pertanian dan perkebunan. Di luar kawasan hutan, dia berada di kawasan APL dan luasannya kurang lebih 400 hektare dari Januari sampai Juli awal,” ujar Staf Ahli Menteri Kehutanan Bidang Hubungan Antar Lembaga Fahrizal kepada wartawan di Kantor Gubernur Sulsel, Jumat (11/7/2025).
Fahrizal menyebut kebakaran paling luas terjadi di Kabupaten Pinrang. Kebakaran juga tercatat di Sidrap, Wajo, Enrekang, Luwu Timur, dan Luwu.
“Yang terbesar untuk luasan itu terjadi di Pinrang,” katanya.
Berdasarkan laporan Kementerian Kehutanan, total karhutla di Sulsel terdiri dari APL 444,34 hektare dan hutan produksi (HP) 30,57 hektare. Luasan lahan terdampak kebakaran berdasarkan data periode 1 Januari-31 Mei 2025.
Dari total jumlah itu 311,01 hektare APL di antaranya berada di Kabupaten Pinrang. Selain itu, Sidrap 85,09 hektare APL, Wajo 68,71 hektare APL-HP, Enrekang 6,94 hektare APL, Luwu Timur 2,12 hektare HP, serta Luwu 1,04 hektare APL.
Fahrizal melanjutkan, kebakaran lahan mayoritas disebabkan kebiasaan petani membakar jerami pasca-panen. Menurutnya, hal ini memerlukan edukasi dari pemerintah kepada masyarakat.
“Berdasarkan identifikasi di lapangan itu, seperti yang disampaikan oleh Kepala KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan), itu terjadi karena lahan pertanian di saat mereka membersihkan setelah panen, itu dibakar,” ucapnya.
“Ini yang mungkin yang disampaikan oleh Pak Gubernur bahwa perlu edukasi kepada masyarakat jerami-jerami itu tidak perlu dibakar. Bisa dimanfaatkan menjadi pakan ternak. Diubah menjadi silase nantinya. Jadi, di saat kita paceklik untuk pakan ternak itu bisa digunakan untuk pakan ternak,” sambungnya.
Fahrizal berharap pemerintah daerah di Sulsel ikut menggerakkan upaya penanggulangan kebakaran. Dia menjelaskan di kawasan hutan sudah ada Manggala Agni, sementara di luar kawasan hutan penanganan biasanya dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
“Kita berharap dukungan dari pemerintah kabupaten kota yang ada di Sulsel untuk menggerakkan. Kalau kami sudah ada Manggala Agni untuk kawasan hutan. Di luar kasus hutan, biasanya BPBD untuk meningkatkan kesiapsiagaannya,” tuturnya.
Fahrizal juga menyinggung soal keterbatasan jumlah personel Manggala Agni yang bertugas mengendalikan karhutla di kawasan hutan. Dia menilai perlu peningkatan kapasitas melalui pelatihan.
“Tadi disampaikan terutama untuk tenaga Manggala Agni yang di KPH ada 70 orang. Itu memang jumlahnya masih terbatas. Kami juga punya personel di Manggala Agni. Jadi, ini juga saling membantu nantinya,” paparnya.