DPRD Parepare Tuding Pemkot Lalai Usai Lahan Reklamasi Disertifikatkan Warga

Posted on

DPRD Parepare, Sulawesi Selatan (Sulsel) menuding Pemkot lalai dalam menjaga asetnya di lahan reklamasi Cempae. DPRD menyayangkan kelalaian itu berujung pada lahan tersebut disertifikatkan oleh warga.

Hal itu disampaikan Ketua Komisi 1 DPRD Parepare, Kamaluddin Kadir saat rapat dengar pendapat (RDP) terkait lahan reklamasi Cempae di Ruang Banggar DPRD Parepare, Kamis (3/7/2025). RDP itu dihadiri pihak BPN, hingga SKPD terkait.

“Karena memang kesalahan pemerintah sebelumnya setelah pembuatan jalan dan peningkatan akses (reklamasi). Pemerintah yang lalu tidak melakukan pengawasan (dampak reklamasi) dengan melakukan kesiapan dokumen administrasi,” kata Kamaluddin kepada infoSulsel usai rapat, Kamis (3/7/2025).

Menurutnya, Pemkot pada saat itu seharusnya melakukan pemagaran dan melindungi tanah negara dengan dokumen administrasi. Sehingga, dampak reklamasi pembangunan jalan itu bisa diketahui sebagai aset Pemkot.

“Kemudian pemerintah tidak melakukan pemagaran, tidak melakukan pematokan (lahan dampak reklamasi). Agar supaya menandai aset pemerintah daerah yang sudah dilakukan penimbunan,” ujar dia.

Atas kelalaian itu, warga yang bermukim di sekitar dampak reklamasi melakukan penimbunan dan menguasai lahan tersebut. Pemkot juga tidak tertib administrasi dalam mencatat aset pada saat itu.

“Sehingga masyarakat yang bermukim di sekitar itu menganggap bahwa kalau dilakukan penimbunan, ini kan bisa saja menjadi lahan yang bisa kita miliki,” ungkapnya.

Kamaluddin mengungkapkan, berdasarkan citra satelit tahun 2011 terpotret tanah negara dari dampak reklamasi seluas 13,5 hektare. Sementara penimbunan jalan yang mengeluarkan APBD itu luasnya 5 hektare.

“Berdasarkan regulasi bahwa penghitungan aset itu dimungkinkan agar supaya yang ada intervensi APBD di dalamnya. Jadi kalau kita berhitung berdasarkan intervensi APBD, maka akan dapat 5 hektare,” ungkapnya.

Olehnya itu, Kamaluddin meminta agar Pemkot melakukan koreksi pencatatan aset daerah di lahan reklamasi Cempae. Sehingga pencatatan aset di Cempae bisa lebih tertib.

“Jadi kita berharap agar supaya pemerintah bisa melakukan koreksi pencatatan aset. Agar supaya catatan aset yang ada di Cempai itu bisa lebih tertib,” tuturnya.

Sementara itu, Kabid Aset Badan Keuangan Daerah (BKD) Parepare, Musdaliah Karim menjelaskan tahun 2005 Pemkot membangun akses jalan dengan melakukan reklamasi 100 meter keluar dari garis pantai. Hal itulah yang menimbulkan dampak reklamasi antara pesisir pantai dan jalan.

“Kemudian ruang antara pesisir pantai hingga badan jalan itu menjadi lahan kosong dampak reklamasi,” ujarnya.

Kemudian tahun 2011, Pemkot melakukan pemetaan dengan berdasarkan citra satelit seluas 13,5 hektare. Dia mengakui, lahan itu sebenarnya dalam penguasaan negara andai saja dilengkapi dengan perlindungan administrasi.

“13,5 hektare ini yang seharusnya merupakan tanah negara dikuasai oleh pemerintah daerah seharusnya. Apabila dibarengi pada saat itu dengan pengamanan secara fisik, administrasi maupun hukum,” kata dia.

Namun dia mengakui Pemkot saat itu tidak menerbitkan dokumen administrasi terkait lahan dampak reklamasi. Sehingga lahan itu dibiarkan tidak tercatat secara administrasi.

“Kesimpulannya pada saat itu seperti yang saya sampaikan tadi bahwa pada saat dilakukan reklamasi, tidak dilakukan pengamanan secara fisik, administrasi maupun hukum,” ujar dia.

Pihak Pemkot saat ini tengah mengupayakan melakukan koreksi pencatatan aset berdasarkan hasil konsultasi di Kemendagri. Saat ini pemkot mengkaji aturan terkait koreksi pencatatan aset.

“Mereka (Kemendagri) sampaikan dilakukan koreksi pencatatan aset. Kami di bidang aset mencari aturan terkait koreksi pencatatan aset. Dan memang didapat di aturannya yaitu di Permendagri 47 itu pasal 26 ayat 2, koreksi nilai,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *