Hari Kartini ditetapkan oleh pemerintah sebagai salah satu hari nasional kenegaraan. Di Indonesia, hari nasional seperti ini biasanya ditetapkan sebagai hari libur.
Lantas, apakah Hari Kartini libur atau tidak?
Setiap 21 April, masyarakat Indonesia memperingati Hari Kartini. Momen ini diperingati untuk mengenang jasa Raden Ajeng (RA) Kartini sebagai pelopor emansipasi wanita.
Namun, sebagian besar masyarakat masih bertanya-tanya, apakah Hari Kartini termasuk hari libur nasional atau tidak. Pasalnya, banyak instansi yang tetap beroperasi seperti biasa di hari tersebut. Di sisi lain, beberapa sekolah juga kerap mengadakan perayaan khusus untuk memperingatinya.
Nah untuk mengetahui jawabannya, simak penjelasan selengkapnya yang disajikan infoSulsel di bawah ini!
Pemerintah telah mengatur hari-hari yang ditetapkan sebagai hari libur nasional dan cuti bersama sepanjang tahun 2025. Ketetapan ini tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri Nomor 1017 Tahun 2024, Nomor 2 Tahun 2024, dan Nomor 2 Tahun 2024 tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2025.
Berdasarkan SKB 3 Menteri tersebut, Hari Kartini tidak termasuk dalam daftar hari libur nasional maupun cuti bersama. Dengan demikian, tidak terdapat hari libur dalam rangka memperingati Hari Kartini 21 April 2025.
Sehingga, seluruh masyarakat Indonesia, baik siswa, pekerja pemerintah maupun swasta akan tetap menjalankan kegiatan masing-masing seperti hari biasanya.
Sepanjang periode April 2025, terdapat sejumlah hari libur yang dinikmati oleh masyarakat Indonesia. Hari libur di bulan April ini sebanyak 14 hari, yang terdiri dari 3 hari libur nasional, 4 hari cuti bersama, dan 8 hari libur akhir pekan.
Adapun libur akhir pekan di hari Minggu juga merupakan libur nasional dalam rangka memperingati Kebangkitan Yesus Kristus (Paskah). Untuk lebih jelas, berikut ini rinciannya:
Kartini lahir pada 21 April 1879 di Mayong, sebuah kota kecil dalam wilayah Karesidenan Jepara. Ia merupakan seorang putri dari pasangan Raden Mas (RM) Sosroningrat dan Mas Ajeng Ngasirah.
Kartini juga lahir dalam lingkungan keluarga priyayi dan bangsawan, karena itu ia berhak menambahkan gelar Raden Ajeng (RA) di depan namanya.
Pada tahun 1885, Kartini dimasukkan ke sekolah dasar Eropa atau Europesche Lagere School (ELS). ELS merupakan sekolah khusus yang hanya diperuntukkan bagi anak-anak bangsa Eropa dan Belanda-Indo. Sementara itu, anak pribumi yang diizinkan mengikuti pendidikan di ELS hanya anak yang orang tuanya menjadi pejabat tinggi pemerintah.
Meskipun bagian dari anak pribumi, Kartini tidak kesulitan untuk menyesuaikan kegiatan belajar di ELS. Bahkan, anak RM Sosroningrat ini termasuk siswa cerdas yang mampu bersaing dengan siswa lainnya.
Keberadaan Kartini di ELS juga menarik perhatian banyak orang Eropa, karena menjadi siswa pribumi yang mampu berbahasa Belanda dengan baik. Kemampuan tersebut diperolehnya dengan rajin membaca buku dan koran berbahasa Belanda.
Awal tahun 1892, Kartini dinyatakan lulus dari ELS dengan nilai yang cukup baik. Ia sebenarnya ingin melanjutkan pendidikannya, namun hal itu terhalang karena sebuah tradisi di kalangan bangsawan yang dikenal sebagai pingitan.
Selama masa pingitan, Kartini berusaha mengatasi kesunyian hidupnya dengan membagi cerita kepada Raden Ajeng Soelastri (saudara tiri Kartini) yang juga sedang menjalani masa pingitan. Melalui surat, Kartini dengan semangat tinggi menceritakan keinginannya memajukan perempuan kalangan bangsawan. (1)
Kartini bertekad bulat hendak mengangkat kembali kedudukan kaumnya yang rendah. Dalam usahanya untuk mengubah kedudukan perempuan, ia berpendapat supaya kaum wanita juga diberi kesempatan dan kebebasan untuk menuntut ilmu di sekolah, sama seperti laki-laki. Sebab, laki-laki dan perempuan merupakan makhluk yang sama haknya dan derajatnya.
Untuk memperjuangkan pendidikan bagi kaum perempuan, Kartini memutuskan mendirikan sekolah sendiri. Sekolah yang ia dirikan ini dikhususkan bagi para gadis agar mereka memiliki akses terhadap pendidikan yang layak.
Langkah Kartini mendirikan “Sekolah Gadis” di Jepara mendapat sambutan positif dari masyarakat. Upaya ini bahkan memberikan dampak besar bagi perkembangan pendidikan perempuan di berbagai daerah lain.
Sejak saat itu, dunia pendidikan bagi kaum wanita di Pulau Jawa memasuki babak baru. Sekolah Kepandaian Putri pun mulai bermunculan di berbagai kota seperti Batavia (Jakarta), Madiun, Semarang, Bogor, Malang, Cirebon, Surabaya, Surakarta, dan Rembang.
Perjuangan Kartini pun akhirnya mengubah status sosial perempuan. Sayangnya, perjuangannya harus terhenti ketika ia menutup usia di tahun ke-25. Ia meninggal pada 17 September 1904, empat hari sesudah melahirkan anaknya yang pertama.
Perjuangan Kartini berhasil membawa perubahan besar terhadap status sosial perempuan hingga saat ini. Namun, langkah mulianya harus terhenti saat ia wafat pada usia 25 tahun. Kartini meninggal pada 17 September 1904, empat hari setelah melahirkan anak pertamanya.
Sebagai bentuk penghormatan atas jasa dan perjuangannya, Kartini ditetapkan sebagai pahlawan nasional melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 1964. (2)
Demikianlah informasi tentang “Hari Kartini libur atau tidak?”. Semoga menjawab pertanyaan infoers!
Sumber: