Kemerdekaan bukan hanya persoalan terbebas dari penjajahan, tapi juga soal membebaskan diri dari segala bentuk penindasan dan ketidakadilan. Dalam pandangan Islam, kemerdekaan memiliki makna yang lebih dalam dan menyentuh aspek keimanan.
Islam mengajarkan bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk yang merdeka dalam memilih, berpikir, dan bertindak selama tetap berada dalam tuntunan syariat. Oleh karena itu, memaknai kemerdekaan berarti juga menjaga amanah kebebasan dengan tanggung jawab.
Khutbah Jumat menjadi momen penting untuk mengingatkan umat tentang nilai-nilai kemerdekaan yang sesuai dengan ajaran Islam. Momentum HUT RI adalah saat yang tepat untuk menggugah kesadaran spiritual dan kebangsaan umat muslim.
Bagi infoers yang bertugas menjadi khatib, berikut infoSulsel menyajikan beberapa contoh khutbah Jumat tentang makna kemerdekaan dalam Islam dari berbagai sumber.
Yuk, disimak!
Khutbah I:
الْحَمْدُ للهِ حَمْداً يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَه، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلَالِ
وَجْهِ كَالْكَرِيمِ وَلِعَظِيمٍ سُلْطَانِكَ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ لَا أُحْصِي تَنَاءَ عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُه خَيْرَ نَبِيّ أَرْسَلَه أَرْسَلَهُ اللهُ إِلَى الْعَالَمِ كُلِّهِ بَشِيرًا وَنَذِيراً. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلَّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةَ وَسَلَاماً دَائِمَيْنِ مُتَلَازِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ
أَمَّا بَعْدُ فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ: ي وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا، إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Menjadi sebuah keniscayaan bagi kita untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt melalui langkah menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya. Pentingnya hal ini, maka berwasiat takwa menjadi salah satu rukun dan kewajiban yang harus dilakukan oleh khatib dalam setiap khutbahnya. Jika tidak berwasiat takwa maka tidak sah lah khutbah Jumat yang disampaikannya.
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Sekarang kita memasuki bulan Agustus yaitu bulan kemerdekan negara kita Indonesia yaitu tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 yang silam dan kemerdekaan negara kita tidak lepas dari perjuangan para pahlawan kemerdekaan. Perjuangan para pahlawan kemerdekaan pada masa itu telah memberikan kontribusi besar bagi Indonesia untuk meraih kemerdekaan. Kita sebagai generasi penerus harus mengenang dan meneladani semangat perjuangan mereka.
Oleh karena itu harusnya kita perbanyak bersyukur atas nikmat kemerdekaan dan keamanan tanah air yang kita rasakan sekarang ini Syukur ini menjadi pemantik terus ditambahkannya nikmat-nikmat Allah swt yang padahal jika kita menghitungnya, maka tiada sanggup kita melakukannya. Allah berfirman:
وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللهِ لَا تُحْصُوها، إِنَّ اللهَ لَغَفُورٌ رَحِيم
Artinya: Jika kalian menghitung nikmat Allah, niscaya kalian tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Surat an-Nahl ayat 18).
Seperti yang kita ketahui, bahwa generasi penerus kemerdekaan seperti kita saat ini harus meneladani nilai-nilai dan semangat dari pahlawan seperti keteguhan dalam memegang prinsip, keberanian, dan kesabaran dalam meraih tujuan. Nilai-nilai ini harus diaplikasikan oleh elemen bangsa untuk mengisi kemerdekaan sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya masing-masing. Berikut ini yang perlu ditanamkan pada generasi penerus:
Pertama adalah nilai keteguhan dalam memegang prinsip.
Para pahlawan kita oleh Allah dikaruniai keteguhan dan kekuatan hati untuk senantiasa istiqamah berjuang dan tidak mudah terpengaruh oleh propaganda dan iming-iming dari para penjajah Mereka berjuang dengan pengorbanan jiwa raga dan berhasil mengusir penjajah dari bumi pertiwi. Sebagai orang yang pandai bersyukur, jangan sampai kita lupakan jasa dan spirit para pahlawan dalam perjuangan ini.
Semestinya kita harus meneladani semangat perjuangan mereka untuk diaplikasikan di era saat ini yaitu dengan tidak mudah terprovokasi dan selalu mengisi kemerdekaan dengan membangun bangsa, serta selalu mengedepankan kepentingan bangsa dari pada diri sendiri.
Kita sangat prihatin, karena sekarang ini masih banyak saudara-saudara kita yang mempergunakan kebebasan itu untuk kepentingan pribadinya sendiri, tanpa mengindahkan orang lain. Mereka lupa atau melupakan diri, bahwa perbuatan yang mereka lakukan itu adalah bertentangan dengan tuntunan agama, dan kelak akan disiksa oleh Allah SWT.
Bahkan untuk itu mereka menggerogoti uang negara, seperti kebanyakan pejabat yang korupsi. Hal seperti ini berarti, mereka belum secara nyata melaksanakan syukur sesuai dengan kehendak Allah. Mereka mengkhianati dan mengambil keuntungan dari hasil pengorbanan para pahlawan-pahlawan kemerdekaan.
Sebagai sebuah ikhtiar batin, marilah kita banyak membaca doa yang sangat masyhur dan termaktub dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 8:
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْوَهَّابُ
Artinya: Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).
Kedua adalah keberanian.
Jika pahlawan dulu dengan berani berjuang dengan mengangkat senjata untuk mengusir para penjajah, maka tugas kita saat ini sebagai penerus adalah berani berjuang untuk mengusir kebodohan dan ketertinggalan sebagai modal menjaga kemerdekaan ini serta optimis dan berani menghadapi masa depan dengan menjadi jiwa yang kuat yang didukung dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ketiga adalah nilai kesabaran dalam meraih tujuan.
Kita perlu menyadari bahwa para pahlawan menghabiskan waktu mereka berjuang meraih kemerdekaan bukan hanya dalam hitungan satu atau dua tahun saja. Mereka membutuhkan ratusan tahun, dari satu generasi ke generasi berikutnya, dengan tidak ada rasa putus asa dan lelah untuk meraih kemerdekaan ini.
Nilai-nilai kesabaran ini bisa kita aplikasikan dalam perjuangan kita mengisi kemerdekaan melalui kesabaran belajar bagi para generasi muda, kesabaran dalam bekerja bagi para orang tua, dan kesabaran dalam menghadapi berbagai tantangan perubahan zaman oleh seluruh elemen masyarakat. Kesabaran bisa diibaratkan seperti obat atau jamu. Pahit rasanya saat baru mencicipi, namun, lama kelamaan akan berbuah manis.
Jamaah Jumat yang Berbahagia
Generasi penerus kemerdekaan seperti kita saat ini harus meneladani nilai-nilai dan semangat dari pahlawan seperti keteguhan dalam memegang prinsip, keberanian, dan kesabaran dalam meraih tujuan. Nilai-nilai ini harus diaplikasikan oleh elemen bangsa untuk mengisi kemerdekaan sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya masing-masing. Kita harus teguh memegang prinsip untuk mempertahankan kemerdekaan sekaligus berani menghalau pihak-pihak yang ingin menggangu kedamaian bangsa. Dengan kesabaran, kita harus terus membangun bangsa kita ini untuk meraih tujuan melalui persatuan.
Para pahlawan telah berjuang untuk memperoleh kemerdekaan yang kita nikmati saat ini. Oleh karena itu, kita harus meneladani semangat juang mereka dan menghargai kemerdekaan yang telah kita peroleh dengan bersyukur kepada Allah, dan kita harus tetap bersabar menghadapi tantangan dan musibah dalam mengisi kemerdekaan ini demi cita-cita bangsa Indonesia. karena hanya bersyukur dan bersabar maka kita akan mendapatkan kebaikan dari Allah SWT. Sebagaimana sabda Nabi:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ؛ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
Artinya: Seorang mukmin itu sungguh menakjubkan, karena setiap perkaranya itu baik. Namun tidak akan terjadi demikian kecuali pada seorang mukmin sejati. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, dan itu baik baginya, (HR Muslim).
Oleh karenanya, pada momentum kali ini, mari kita kuatkan lagi rasa syukur kita atas nikmat kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan kusuma bangsa. Semoga kita bisa meneladani mereka sebagai modal untuk mengisi kemerdekaan ini. Amin
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II:
مک الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَمَا أَمَرَ . أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، إِلَهُ لَمْ يَزَلْ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلًا. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَحَبِيْبُهُ وَخَلِيْلُهُ ، أَكْرَمُ الْأَوَّلِيْنَ وَالْآخِرِيْنَ، الْمَبْعُوثُ رَحْمَةَ لِلْعَالَمِينَ. اللهم صَلِّ وَسَلَّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ كَانَ لَهُمْ مِنَ التَّابِعِينَ ، صَلَاةَ دَائِمَةً بِدَوَامِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِيْنَ أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُونَ اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَذَرُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ. وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ وَحُضُورِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ وَالصَّوْمِ وَجَمِيعِ الْمَأْمُورَاتِ وَالْوَاجِبَاتِ
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرِ بَدَأَ بِنَفْسِهِ. وَتَنَى بِمَلَائِكَةِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلَّمُوا تَسْلِيماً اللهم صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيمَ فِي العَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
اللهم اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاء وَالْغَلَاء وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاء وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَةَ، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٍ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرُكُمْ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ
Oleh: Anas Busyro (TIM LBM MWCNU Sukorejo Pasuruan)
Sumber: Laman Nahdlatul Ulama (NU) Jatim
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُه
اَلْحَمْدُللهِ الَّذِى اَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْاِيْمَانِ وَالْحُرِّيَّةِ. اَشْهَدُاَنْ لَااِلٰهَ اِلَّااللّٰهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُاَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ, اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِه وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ اِلٰى يَوْمِ الّقِيَامَةِ.
اَمَّابَعْدُ فَيَا اَيُّهَاالْمُسْلِمُوْنَ اِتَّقُوااللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَاتَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
وَقَالَ اللّٰهُ تَعَالٰى : اَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَا نِ الرَّ جِيْمِ : ۞ وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْٓ اٰدَمَ وَحَمَلْنٰهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنٰهُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ وَفَضَّلْنٰهُمْ عَلٰى كَثِيْرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلًا ࣖ
Hadirin sidang Jumat rahimakumullah
Puji syukur mari kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala Karunia yang telah dilimpahkan kepada kita dengan nikmat yang tidak dapat kita hitung satu persatu. Terutama sekali nikmat iman dan islam sehingga sampai saat ini kita menjadi seorang muslim yang mudah-mudahan kita sandang terus hingga akhir hayat kita.
Maka atas segala nikmat tersebut marilah kita tasyakuri dengan senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT dengan melaksanakan semua perintah Allah SWT dan menjauhkan diri kita dari semua yang dilarang oleh-Nya.
Sidang Jumat yang berbahagia
Pada tanggal 17 Agustus 2024 yang lalu kita merayakan hari kemerdekaan bangsa kita yang ke 79. Usia yang tidak sebentar yang dilalui oleh bangsa kita namun tentu masih terlalu sebentar jika dibandingkan dengann lamanya bangsa kita dibelenggu oleh penjajahan.
Meskipun demikian patut kita syukuri nikmat kemerdekaan ini karena dengannya menjadi bekal utama bagi bangsa kita dalam membangun negara yang sama-sama kita cintai ini. Maka dalam mengisi kemerdekaan ini seyogyanya kita memaknai kemerdekaan ini dengan sebaik mungkin terutama jika kita lihat dari bingkai agama kita yaitu agama Islam.
Kemerdekaan memiliki makna tersendiri bagi bangsa Indonesia. Setelah ratusan tahun dijajah, Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya kepada dunia pada 17 Agustus 1945.
Berbagai perjuangan yang terjadi dan ditempuh oleh bangsa kita dalam meraih kemerdekaan ini tidaklah mudah dan tidak semuanya dapat tertulis dalam lembaran-lembaran kertas meskipun lautan menjadi tintanya.
Pengorbanan harta, jiwa, dan raga para pendahulu sudah semestinya menjadi teladan bagi penerus bangsa.
Kemerdekaan Indonesia juga tidak lepas dengan perjuangan umat Islam. Banyak sekali tokoh Islam yang turut andil dalam upaya kemerdekaan Republik Indonesia, sebut saja seperti Bung Hatta, Jenderal Sudirman, Presiden Soekarno hingga tokoh wanita Cut Nyak Dien. Lantas, bagaimanakah sebenarnya hakikat dan makna kemerdekaan dalam Islam?
Kemerdekaan merupakan hak dasar yang disematkan kepada setiap makhluk terutama makhluk yang bernama manusia yang diberikan kelebihan dari makhluk lainnya sebagaimana tersirat dalam surah Al Isra ayat 70:
۞ وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْٓ اٰدَمَ وَحَمَلْنٰهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنٰهُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ وَفَضَّلْنٰهُمْ عَلٰى كَثِيْرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلًا ࣖ
“Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”
Dalam bahasa Arab kemerdekaan berasal dari kata “al-Istiqlal”. Sementara dalam padanan kata bebas kemerdekaan juga disebut dengan istilah “al-Hurr” dan bentuk kata kerjanya adalah “al-Hurriyah”.
Menurut Ibnu Asyur dalam bukunya “Maqasid al-Syariah al-Islamiyah”, al-Hurriyah memiliki dua makna. Makna yang pertama adalah kemerdekaan lawan dari perbudakan, dan makna kedua kemerdekaan adalah kemampuan untuk mengatur diri sendiri dan urusannya sesuka hati tanpa ada tekanan pihak lain.
Kemerdekaan adalah anugerah yang sangat berharga, tidak hanya dalam konteks bernegara, tetapi juga dalam kehidupan spiritual dan sosial seorang muslim. Dalam Islam, kemerdekaan memiliki makna yang mendalam, mencakup aspek-aspek yang lebih luas dari sekadar terbebas dari penjajahan fisik. Kemerdekaan dalam pandangan Islam meliputi kebebasan jiwa, pemikiran, dan kebebasan dari penghambaan kepada selain Allah SWT.
Islam menekankan bahwa hakikat kemerdekaan sejati adalah ketika seseorang mampu memerdekakan dirinya dari segala bentuk perbudakan selain kepada Allah SWT. Dalam hal ini, kemerdekaan bukan hanya soal lepas dari belenggu fisik, tetapi juga terbebas dari keterikatan pada hawa nafsu, materi, serta tekanan sosial yang dapat menjauhkan manusia dari Tuhannya.
Hadirin jamaah yang berbahagia
Kemerdekaan dalam Islam adalah kebebasan yang terarah, dimana seorang muslim memahami batas-batas yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. dalam Alquran dan sunnah.
Maksudnya, kemerdekaan bukan berarti bebas melakukan apa saja tanpa batas, tetapi bebas dalam menjalankan syariat Islam tanpa paksaan dari pihak manapun. Seorang muslim yang merdeka adalah mereka yang tidak terikat oleh apapun selain aturan dan kehendak Allah SWT.
Dengan demikian, kebebasan dalam Islam adalah kebebasan yang terjaga dan terlindungi, bukan kebebasan yang liar dan tanpa arah.
Selain itu, kemerdekaan dalam Islam juga meliputi kebebasan berfikir dan berpendapat, tetapi masih berada dalam koridor yang sesuai dengan ajaran Islam. Islam tidak melarang umatnya dari proses berpikir kritis dan pengembangan ilmu pengetahuan. Justru, Islam mendorong umatnya untuk terus belajar dan memperdalam ilmunya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
طَلَبُ ألْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلٰى كُلِّ مُسْلِمٍ ( رواه ابن ماجه )
“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.” ( HR Ibnu Majah )
Kebebasan berpikir ini adalah salah satu bentuk kemerdekaan yang dimuliakan dalam Islam, namun tetap harus berada dalam bingkai keimanan dan ketakwaan.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Dalam konteks sosial, kemerdekaan dalam Islam juga menuntut umatnya untuk membebaskan diri dari kezaliman, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.
Umat Islam diajarkan untuk memperjuangkan keadilan, kebenaran, dan hak asasi manusia, serta melawan segala bentuk tirani dan penindasan.
Islam memandang bahwa tidak ada perbedaan antara manusia kecuali dalam hal ketakwaan, sehingga setiap bentuk diskriminasi atau penindasan harus dihapuskan.
Dengan demikian, makna kemerdekaan dalam Islam adalah kebebasan yang sejati, yang hanya dapat dicapai dengan tunduk sepenuhnya kepada Allah SWT tuhan semesta alam. Kemerdekaan bukan sekadar kebebasan fisik dari penjajahan, tetapi juga mencakup kebebasan spiritual, intelektual, dan sosial yang sesuai dengan tuntunan syariat.
Seorang muslim yang merdeka adalah mereka yang mampu menjalankan hidupnya dengan penuh ketaatan kepada Allah SWT, dan dengan itulah mereka mencapai kebahagiaan dan kemuliaan yang hakiki.
Maka dalam mensikapi kemerdekaan yang kita raih saat ini adalah mensyukurinya dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati atas anugerah keamanan atas agama dan negara kita dari belenggu penjajahan yang menyengsarakan. Sebab, nikmat agung setelah iman adalah aman (a’dzamun ni’ami ba’dal îmân billâh ni’matul aman).
Untuk mensyukuri kemerdekaan ini ada beberapa hal yang perlu kita lakukan :
Pertama, kita isi kemerdekaan yang kita peroleh selama ini dengan meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Menjalankan syariat agama kita secara tenang adalah anugerah besar yang kita peroleh di tengah sebagian saudara-saudara kita di belahan dunia lain masih berjuang mencari kedamaian. Umat Islam Indonesia harus mensyukurinya dengan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT dan selalu berbuat baik kepada sesama. Dengan demikian mudah-mudahan kita termasuk kedalam golongan yangmendapatkan kemuliaan dari Allah SWT.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah adalah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS al-Hujurat [49]: 13).
Kedua, mencintai negeri ini dengan memperhatikan berbagai kemaslahatan dan kemudharatannya. Segala upaya yang memberikan manfaat bagi rakyat luas harus kita dukung, sementara yang merugikan masyarakat banyak kita tolak.
Dukungan terhadap kemaslahatan umat bisa dimulai dari diri sendiri yang ikut berperan serta dalam upaya-upaya kemajuan di masyarakat, bergotong royong, atau patuh terhadap peraturan yang berlaku. Sebaliknya, mencegah kemudharatan berarti menjauhkan bangsa ini dari berbagai marabahaya, seperti bencana, korupsi, kriminalitas, dan lain sebagainya.
Inilah pelaksanaan dari sikap amar ma’ruf nahi munkar dalam pengertian yang luas. Ajakan kebaikan dan penolakan terhadap kemungkaran dipraktikkan dalam konteks pembangunan masyarakat. Tujuannya, menciptakan kehidupan yang lebih harmonis, adil, makmur dan sejahtera.
Termasuk dalam praktik ini adalah mengapresiasi pemerintah bila kebijakan yang dijalankan bermanfaat seta berguna bagi masyarakat, dan mengkritiknya tanpa segan ketika kebijakan pemerintah melenceng dari kemaslahatan bersama.
Hadirin rahimakumullah
Demikian khutbah Jumat yang singkat dalam memaknai kemerdekaan yang kita nikmati saat ini. Semoga bisa memberi manfaat dan keberkahan bagi kita semua. Semoga kita digolongkan sebagai hamba yang istiqamah dalam menjalankan semua perintah dan menjauhi larangan-Nya, dan semoga saudara-saudara kita yang berada di palestina dan di belahan bumi yang lainnya yang saat ini sedang berjuang dari belenggu penjajahan diberikan kekuatan oleh Allah SWT, dan segera memperoleh kemerdekaannya secara utuh. Amin ya rabbal alamin.
بَارَكَ اللّٰهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ، وَتَقَبَّلَ اللَّٰهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ، أَقَوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ الْعَظِيمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Oleh: KH Zaki Mubarok, Sekretaris 3 MUI Kota Tangerang dan Ketua umum MUI Kecamatan Batu Ceper
Sumber: Situs resmi Majelis Ulama Indonesia (MUI)
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِي تَفَرَّدَ فِي أَزَلِيَّتِهِ بِعِزِّ كِبْرِيَائِهِ، وَتَوَحَّدَ فِي صَمَدِيَّتِهِ بِدَوَامِ بَقَائِهِ، وَنَوَّرَ بِمَعْرِفَتِهِ قُلُوْبَ أَوْلِيَائِهِ، اَلدَّاعِي اِلَى بَابِهِ وَالْهَادِي لِأَحْبَابِهِ وَالْمُتَفَضِّلِ بِإِنْزَالِ كِتَابِهِ، تَبْصِرَةً وَذِكْرَى لِلْإِسْتِعْدَادِ لِيَوْمِ لِقَائِهِ. فَسُبْحَانَ مَنْ تَقَرَّبَ بِرَأْفَتِهِ وَرَحْمَتِهِ، وَتَعَرَّفَ اِلىَ عِبَادِهِ بِمَحَاسِنِ صِفَاتِهِ، فَانْبَسَطُوْا لِذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ. آحْمَدُهُ حَمْدَ مُعْتَرِفٍ بِالْعَجْزِ عَنْ آلاَئِهِ، مُنْتَظِرٍ زَوَائِدَ بِرِّهِ وَوَلاَئِهِ
أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةً ضَمِنَ الْحُسْنَى لِقَائِلِهَا يَوْمَ لِقَائِهِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ خَاتَمُ أَنْبِيَائِهِ وَسَيِّدُ أَصْفِيَائِهِ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَمَنِ اقْتَفَى أثَرَهُمْ اِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ فَفَازَ بِاقْتِفَائِهِ. أَمَّا بَعْدُ:
فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَاِيَايَ أَوَّلاً بِتَقْوَى اللهِ تَعَالىَ وَطَاعَتِهِ، بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ ، وَقَالَ أَيْضًا :
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهِ وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا،
وَقَالَ نَبِيُّنَا مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
اِتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada Allah ﷻ atas segala nikmat yang telah kita rasakan. Nikmat iman, nikmat Islam, nikmat keamanan, nikmat persatuan, dan nikmat kemerdekaan negeri ini-semuanya adalah karunia yang patut disyukuri dengan sepenuh hati, lisan, dan perbuatan. Allah ﷻ berfirman:
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
“Jika kalian bersyukur, sungguh Aku akan tambahkan (nikmat) kepada kalian.” (QS. Ibrahim: 7)
Kaum Muslimin rahimakumullāh,
Saya berwasiat kepada diri saya pribadi dan kepada seluruh jamaah sekalian untuk senantiasa bertakwa kepada Allah ﷻ. Takwa adalah bekal utama dalam hidup, kunci kejayaan umat, dan sebab keberkahan dari langit dan bumi. Mari kita jaga hati, lisan, dan amal kita agar senantiasa dalam rambu-rambu syariat. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, suri teladan sejati yang telah membimbing umat dari kegelapan menuju cahaya kebenaran, dari kehinaan menuju kemuliaan.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Bulan ini, bangsa kita kembali memperingati hari kemerdekaan. Delapan puluh tahun silam, tepatnya 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia menyatakan diri lepas dari belenggu penjajahan. Kemerdekaan ini tidak datang begitu saja, melainkan melalui perjuangan panjang, darah, air mata, dan pengorbanan jiwa raga dari para pahlawan dan ulama. Maka khutbah kali ini, insya Allah, akan mengajak kita semua untuk merenungi kembali makna kemerdekaan dalam pandangan Islam kemerdekaan yang sejati, bukan sekadar bebas secara lahir, tapi juga merdeka secara batin: bebas untuk tunduk sepenuhnya kepada Allah ﷻ.
Kemerdekaan Sejati: Hanya Mengabdi kepada Allah
Islam memandang bahwa kemerdekaan hakiki bukanlah bebas sebebas-bebasnya, melainkan terbebas dari segala bentuk penghambaan kepada makhluk dan hanya tunduk kepada Allah semata. Allah ﷻ berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa maksud dari ayat ini adalah: “Aku menciptakan mereka agar Aku perintahkan untuk beribadah kepada-Ku, bukan karena Aku butuh kepada mereka.” (Ibnu Katsir, Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓīm, Jilid 7, hlm. 424)
Imam Ibnul Qayyim juga menegaskan:
“Sesungguhnya kemerdekaan hati dan kemuliaan ruh itu hanya akan tercapai jika seorang hamba benar-benar tunduk dan menyembah Allah semata.” (Madarijus Salikin, 1/138)
Inilah hakikat kemerdekaan yang tak bisa dibeli oleh dunia. Sebab manusia yang tidak menyembah Allah, pasti akan menyembah selain-Nya, entah itu harta, jabatan, hawa nafsu, atau manusia lain.
Islam Menolak Segala Bentuk Penjajahan dan Kezaliman
Penjajahan, baik secara fisik maupun ideologis, merupakan bentuk ketertindasan yang ditolak oleh Islam. Allah ﷻ berfirman:
وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka.” (QS. Hud: 113)
Rasulullah ﷺ bersabda:
انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا
“Tolonglah saudaramu, baik ia berbuat zalim maupun dizalimi.”
Hadits ini diriwayatkan oleh al-Imām al-Bukhārī dalam Shahīh al-Bukhārī, Kitāb al-Ikrāh (Kitab tentang Paksaan), Bab “انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا”, hadis no. 6952.
Dalam lanjutan haditsnya, para sahabat bertanya:
قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَنْصُرُهُ إِذَا كَانَ مَظْلُومًا، أَفَرَأَيْتَ إِذَا كَانَ ظَالِمًا، كَيْفَ أَنْصُرُهُ؟
Dikatakan (kepada Nabi): Wahai Rasulullah, aku bisa menolongnya jika dia dizalimi. Tapi bagaimana menolongnya jika dia berbuat zalim?
Lalu Rasulullah ﷺ menjawab:
تَحْجُزُهُ، أَوْ تَمْنَعُهُ، مِنَ الظُّلْمِ، فَإِنَّ ذَلِكَ نَصْرُهُ
“Engkau cegah dia atau larang dia dari berbuat zalim, itulah bentuk menolongnya.”
Hadits ini menunjukkan prinsip keadilan dan tanggung jawab sosial dalam Islam – menolong saudara bukan hanya dengan mendukung, tapi juga mencegah dari kezaliman.
Menolong orang yang dizalimi itu jelas. Namun, menolong orang yang berbuat zalim adalah dengan mencegahnya dari kezaliman, menyadarkannya, dan mengingatkannya agar kembali pada keadilan.
Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah berkata:
“Menegakkan keadilan adalah kewajiban agama yang paling agung. Segala perkara yang dapat menegakkan keadilan maka wajib dilaksanakan.” (Majmu’ Fatawa, 28/146)
Kemerdekaan Jiwa: Terbebas dari Hawa Nafsu
Selain penjajahan lahir, penjajahan batin yang berupa ketundukan pada hawa nafsu justru lebih berbahaya. Allah ﷻ berfirman:
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ
“Pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya?” (QS. Al-Jatsiyah: 23)
Ketika menafsirkan ayat ini, Imam Al-Qurṭubī rahimahullah berkata:
“Al-Kalbi berkata: Ia adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya-apapun yang ia inginkan, ia lakukan. Al-Hasan berkata: Ia tidak menginginkan sesuatu melainkan ia ikuti, maka jadilah hawa nafsunya sebagai tuhannya.”
Dan beliau menyimpulkan: “Maknanya: Ia menaati hawa nafsunya sebagaimana seorang penyembah menaati sesembahannya. Maka ia disebut telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya.” (Al-Qurṭubī, Al-Jāmi’ li Ahkām al-Qur’ān, Jilid 16, hlm. 177)
Ibnul Qayyim berkata:
“Hawa nafsu adalah berhala yang disembah oleh banyak orang tanpa mereka sadari.” (Al-Fawaid, hal. 93)
Jama’ah yang dirahmati Allah,
Mereka yang tidak mampu melawan nafsu dunia, meskipun telah merdeka secara politik, sejatinya masih diperbudak oleh syahwat. Inilah bentuk penjajahan terselubung yang mengancam umat Islam di era modern: cinta dunia, rakus kekuasaan, dan lupa akhirat.
Perjuangan dalam Islam: Melawan Penjajahan dan Penindasan
Islam mendorong umatnya untuk bangkit dari keterpurukan dan melawan penindasan. Allah ﷻ memerintahkan:
وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ…
“Mengapa kamu tidak berperang di jalan Allah dan membela orang-orang yang tertindas…” (QS. An-Nisa’: 75)
Ayat ini memotivasi kaum Muslimin untuk berjuang menegakkan keadilan dan membela kaum yang tertindas dari kekejaman musuh-baik secara fisik maupun sistemik. Ini adalah dasar syar’i atas perintah jihad dalam konteks pembelaan terhadap kaum lemah.
Rabi’ bin Amir, sahabat Nabi ﷺ sebagai utusan Khalifah Umar bin Khattab ketika berdakwah dan berdiplomasi di hadapan panglima Rustum dari Persia, menjelang Perang Qadisiyyah, berkata di hadapan panglima Persia:
“Sesungguhnya Allah telah mengutus kami untuk membebaskan siapa yang Dia kehendaki, dari penghambaan kepada sesama manusia menuju penghambaan kepada Allah, dari ketidakadilan berbagai agama menuju keadilan Islam, dan dari sempitnya dunia menuju kelapangannya.” (Ibnu Katsir, al-Bidāyah wa an-Nihāyah, jilid 7, hlm. 39)
Para pejuang kemerdekaan kita pun banyak terinspirasi oleh ajaran Islam dalam semangat perlawanan. Mereka tidak sekadar berperang membela tanah air, tetapi menegakkan nilai-nilai tauhid, keadilan, dan pembebasan umat dari kebodohan dan penjajahan moral.
Kebebasan dalam Islam: Dalam Batasan Syariat
Islam menjunjung tinggi kebebasan berpendapat, beribadah, dan berkarya – namun semuanya dalam bingkai syariat. Kebebasan tanpa batas adalah kekacauan. Syariat Islam datang untuk menjaga keseimbangan antara hak individu dan kemaslahatan sosial. Allah ﷻ berfirman :
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ
“Tidak ada paksaan dalam agama.” (QS. Al-Baqarah: 256)
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا، وَأَبْشِرُوا، وَاسْتَعِينُوا بِالْغُدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ، وَشَيْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ
“Sesungguhnya agama ini mudah.” (HR. Bukhari, no. 39)
Imam asy-Syathibi menyebut bahwa tujuan syariat adalah menjaga lima perkara pokok: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. (Abū Ishāq asy-Syāṭibī, al-Muwāfaqāt fī Uṣūl al-Sharī’ah, jilid 2, hlm. 8)
Peran Ulama dan Santri dalam Perjuangan Kemerdekaan
Ulama memiliki andil besar dalam mengantarkan bangsa ini merdeka. KH. Hasyim Asy’ari mengeluarkan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 untuk melawan penjajah. KH. Ahmad Dahlan memperjuangkan pendidikan sebagai bentuk kemerdekaan dari kebodohan. Pangeran Diponegoro memimpin perlawanan atas nama Islam dan keadilan.
KH. Hasyim Asy’ari dalam semangat perjuangannya menegaskan pentingnya membela tanah air sebagai bagian dari kewajiban keimanan dan jihad fi sabilillah, sebagaimana tercermin dalam Resolusi Jihad tahun 1945.
Santri bukan hanya penimba ilmu, tetapi juga penerus perjuangan ulama. Maka di balik sarung dan peci, harus tumbuh semangat juang, cinta tanah air, dan loyalitas kepada Islam dan umat.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II:
الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ هَدٰىنَا لِهٰذَاۗ وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَآ اَنْ هَدٰىنَا اللّٰهُ ۚ ، أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ، صَلَاةً وَسَلَامًا دَائِمَيْنِ مُتَلَازِمَيْنِ عَلَى نَبِيِّنَا الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِي بَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَأَدَّى الْأَمَانَةَ وَنَصَحَ هَذِهِ الْأُمَّةَ وَجَاهَدَ فِي سَبِيْلِ اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ
Kemerdekaan Sejati: Bebas dari Perbudakan Dunia
Kaum Muslimin yang dirahmati Allah,
Setelah 80 tahun Indonesia merdeka, jangan sampai kita kembali menjadi budak dalam bentuk yang lain. Budak harta, budak jabatan, budak syahwat, atau budak ideologi Barat. Kemerdekaan dalam Islam bukan sekadar terbebas dari penjajah asing, melainkan terbebas dari penghambaan kepada selain Allah.
Kemerdekaan yang sejati adalah kemerdekaan tauhid, kemerdekaan berpikir dalam bingkai iman, kemerdekaan berkarya dalam ridha Allah, dan kemerdekaan memperjuangkan kebaikan tanpa takut celaan manusia.
Maka tugas kita adalah menjaga kemerdekaan ini dengan takwa, menjaga syariat Islam, menegakkan keadilan, serta terus membina umat menuju kemerdekaan hakiki di dunia dan akhirat.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيْمًا ، اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فِيْ العَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ، وَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكفّر عنّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الأبْرَارِ. اللَّهُمَّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنًّا، سَخَّرْ لَهُ وُلَاةً يُحَكِّمُونَ شَرِيعَتَكَ وَيَخَافُونَكَ فِيهِ. اللَّهُمَّ انْصُرِ الإِسْلَامَ وَأَعِزَّ الْمُسْلِمِينَ، وَاذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِينَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ، يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ.
عباد الله، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى، وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيمَ الْجَلِيلَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ.
والحمد لله ر ب العالمين.
Sumber: Laman Pondok Pesantren Darusy Syahadah
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلهِ وَاسِعِ الْفَضْلِ وَالْاِحْسَانِ، وَمُضَاعِفِ الْحَسَنَاتِ لِذَوِي الْاِيْمَانِ وَالْاِحْسَانِ، اَلْغَنِيِّ الَّذِيْ لَمِ تَزَلْ سَحَائِبُ جُوْدِهِ تَسِحُّ الْخَيْرَاتِ كُلَّ وَقْتٍ وَأَوَانٍ، العَلِيْمِ الَّذِيْ لَايَخْفَى عَلَيْهِ خَوَاطِرُ الْجَنَانِ، اَلْحَيِّ الْقَيُّوْمِ الَّذِيْ لَاتَغِيْضُ نَفَقَاتُهُ بِمَرِّ الدُّهُوْرِ وَالْأَزْمَانِ، اَلْكَرِيْمِ الَّذِيْ تَأَذَّنَ بِالْمَزِيْدِ لِذَوِي الشُّكْرَانِ. أَحْمَدُهُ حُمْدًا يَفُوْقُ الْعَدَّ وَالْحُسْبَانِ، وَأَشْكُرُهُ شُكْرًا نَنَالُ بِهِ مِنْهُ مَوَاهِبَ الرِّضْوَانِ
أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ دَائِمُ الْمُلْكِ وَالسُّلْطَانِ، وَمُبْرِزُ كُلِّ مَنْ سِوَاهُ مِنَ الْعَدَمِ اِلَى الْوِجْدَانِ، عَالِمُ الظَّاهِرِ وَمَا انْطَوَى عَلَيْهِ الْجَنَانِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَخِيْرَتُهُ مِنْ نَوْعِ الْاِنْسَانِ، نَبِيٌّ رَفَعَ اللهُ بِهِ الْحَقَّ حَتَّى اتَّضَحَ وَاسْتَبَانَ. صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدْقِ وَالْاِحْسَانِ. أَمَّا بَعْدُ، أَيُّهَا الْاِخْوَانُ أُوْصِيْكُمْ وَاِيَايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ، بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَا ۗاِنَّ اللّٰهَ لَغَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Alhamdulillah, pada hari ini, kita masih bisa terus merasakan nikmat yang dianugerahkan Allah SWT kepada kita semua. Di antaranya adalah nikmat iman, kesehatan, dan kemerdekaan sehingga kita bisa dengan tenang melangkahkan kaki menuju majelis ini untuk menjalankan tugas utama kita hidup di dunia yakni beribadah kepada Allah. Hal ini akan sulit untuk dilakukan jika kita berada dalam kondisi peperangan alias tidak merdeka serta masih berada dalam kungkungan penjajah.
Semua nikmat ini tidak boleh sedikitpun kita kufuri. Jika kita kufur nikmat, maka kita termasuk golongan orang-orang yang tak tahu bersyukur dan akan mendapatkan siksa yang pedih atas keangkuhan ini. Sungguh, tidak ada satupun makhluk di dunia ini yang pantas sombong dan membanggakan diri sehingga lupa bersyukur dan mendustakan nikmat-nikmat yang dikaruniakan Allah SWT.
Kita telah diingatkan oleh Allah melalui firman-Nya yang tertuang dalam Al-Qur’an surat Ar-rahman, dengan kalimat yang diulang-ulang sebanyak 31 kali. Sebuah kalimat introspektif dan mengingatkan manusia untuk menjadi hamba yang pandai bersyukur yakni:
فَبِاَيِّ اٰلَاۤءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبٰنِ
Artinya: “Maka, nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan (wahai jin dan manusia)?” (QS Arrahman: 13)
Untuk menguatkan rasa syukur ini, ketakwaan harus kita perkuat untuk menjadi rambu-rambu dalam mengarungi kehidupan. Dengan ketakwaan, berupa menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, maka kita akan senantiasa mendapat petunjuk dari Allah untuk perjalanan kehidupan yang lebih terarah. Mari kita perkuat dan pertahankan ketakwaan serta keislaman kita sekaligus menguatkan komitmen untuk kembali kepada-Nya dalam kondisi takwa dan Islam.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.” (QS Al Imran: 102).
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Saat ini kita berada di bulan Agustus yang menjadi bulan istimewa bagi bangsa Indonesia. Di bulan inilah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 yang kemudian dijadikan sebagai momentum Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Kita perlu menyadari bahwa generasi kita yang hidup saat ini sebagian besar merupakan generasi yang tidak merasakan secara langsung bagaimana pedihnya perjuangan untuk merebut kemerdekaan. Kita adalah generasi yang tinggal meneruskan melalui karya-karya positif untuk mengisi kemerdekaan. Karunia kemerdekaan yang diperjuangkan dengan tetes darah dan nyawa para pejuang adalah sebuah warisan yang wajib kita pertahankan. Jangan sampai warisan agung kemerdekaan ini hilang karena ulah kita sendiri yang tak tahu bersyukur dan berterimakasih.
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
Artinya: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.” (QS Ibrahim: 7).
Oleh karena itu, di antara cara bersyukur atas anugerah kemerdekaan ini adalah dengan menghargai, mempelajari, dan mengambil hikmah sejarah perjuangan para pahlawan yang telah mengorbankan jiwa dan raga untuk kemerdekaan yang sekarang kita nikmati ini. Hal ini bisa dilakukan dengan membaca berbagai literatur-literatur sejarah dan juga bersilaturahim kepada orang-orang tua yang masih hidup, yang mengalami secara langsung masa perjuangan kemerdekaan. Selain itu, kita bisa meningkatkan rasa syukur dengan melakukan ziarah ke makam orang tua dan para pejuang yang telah wafat dan mendoakan agar segala amal ibadah dan perjuangannya diterima Allah swt. Rasulullah bersabda:
مَنْ دَعَا لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
Artinya: “Siapa saja yang mendoakan saudaranya secara ghaib, malaikat yang diutus untuknya mengaminkan doanya, ‘Amin, untukmu pun demikian.” (HR Muslim)
Selain dengan tidak melupakan sejarah kemerdekaan, untuk memotivasi kita lebih baik ke depan, kita bisa bersyukur atas karunia kemerdekaan ini melalui komitmen mengisinya dengan hal-hal yang positif sesuai dengan posisi dan profesi masing-masing. Mengisi kemerdekaan bukan hanya menjadi tugas pemerintah saja. Kita sebagai warga negara yang baik juga berkewajiban mengisi kemerdekaan dengan kemampuan dan potensi yang kita miliki.
Para petani mengisi kemerdekaan dengan terus berjuang di bidang pertanian sehingga mampu memperkuat ketahanan pangan. Para guru dengan terus mendidik para pelajar untuk menjadi insan berbudi pekerti luhur yang mampu meneruskan tongkat estafet kepemimpinan bangsa. Para pelajar dengan terus mencari ilmu sebagai bekal untuk menghadapi masa depan yang penuh dengan tantangan. Dan profesi-profesi lainnya harus mampu memberi sumbangsih positif untuk mengisi kemerdekaan sehingga Indonesia akan berubah ke arah yang lebih baik lagi.
اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka”. (QS Ar-Ra’du: 11)
Perbedaan keragaman profesi dan status terlebih kebhinekaan dalam suku, bahasa, dan agama di Indonesia ini tidak boleh menjadi penghalang untuk mengisi kemerdekaan. Justru sebaliknya, perbedaan yang ada ini adalah karunia dari Allah dan sebuah potensi besar yang bisa menjadi sumbangsih dalam melanjutkan dan merawat kemerdekaan. Oleh karena itu kebersamaan, persatuan, dan kesatuan harus dikedepankan dan meninggalkan perpecahan. Allah berfirman:
وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْا ۖ
Artinya: “Berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, janganlah bercerai berai,” (QS Al-Imran: 103).
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Demikian beberapa wujud syukur yang bisa kita lakukan dalam mensyukuri kemerdekaan yang telah menghantarkan kita tenang dan aman dalam menjalankan misi utama kita hidup di dunia yakni beribadah kepada Allah swt. Dengan senantiasa ingat pada sejarah, mengisi kemerdekaan dengan hal positif, dan menjaga persatuan, mudah-mudahan kita mampu merawat kemerdekaan ini dan mampu terus kita wariskan kepada generasi selanjutnya sampai hari kiamat nanti. Amin.
أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ هَذَا الْيَوْمِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الصَّلَاةِ وَالصَّدَقَةِ وَتِلَاوَةِ الْقُرْاَنِ وَجَمِيْعِ الطَّاعَاتِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II:
اَلْحَمْدُ لِلهِ حَمْدًا كَمَا أَمَرَ. أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، اِلَهٌ لَمْ يَزَلْ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيْلًا. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَحَبِيْبُهُ وَخَلِيْلُهُ، أَكْرَمِ الْأَوَّلِيْنَ وَالْأَخِرِيْنَ، اَلْمَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ كَانَ لَهُمْ مِنَ التَّابِعِيْنَ، صَلَاةً دَائِمَةً بِدَوَامِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِيْنَ أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَذَرُوْا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ. وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ وَالصَّوْمِ وَجَمِيْعِ الْمَأْمُوْرَاتِ وَالْوَاجِبَاتِ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ بِنَفْسِهِ. وَثَنَى بِمَلَائِكَةِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. إِِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً اللهم صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فِيْ العَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وِالْأَمْوَاتِ. اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَةً، اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، اِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرُكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Oleh: H Muhammad Faizin, Sekretaris PCNU Kabupaten Pringsewu
Sumber: Laman NU Online
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُاللّٰهِ وَبَرَكَاتُه.
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي هَدَانَا سُبُلَ السَّلاَمِ وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيِّ الْكَرِيْمِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيكَ لَهُ ذُوالْجَلاَلِ وَالْإِكْرَامِ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَي أٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَي يَوْمِ الدِّيْنِ.
أَمَّا بَعْدُ: فَيَآأَيُّهَا الْإِحْوَانُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَي اللّٰهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ، قَالَ اللّٰهُ تَعَالٰي فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ : أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ : يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.وَقَالَ اَيْضًا : وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللّٰهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّوْنَ إِلٰى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Para hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah SWT
Alhamdulillah pada kesempatan Jumat yang mulia ini, kita masih senantiasa diberikan rahmat hidayah serta inayah oleh Allah SWT sehingga kita diberikan kemudahan untuk mengungkapkan rasa syukur dengan melaksanakan rangkaian ibadah shlat Jumat di masjid ini dalam keadaan sehat walafiat. Sebagai wujud rasa syukur kita kepada Allah SWT, marilah kita senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT dengan sebenar-benar keimanan dan sebaik-baik ketakwaan, minimal dengan jalan imtitsalu awamirillah wajtinabu nawahihi yaitu menjalankan apa pun yang diperintahkan Allah SWT dan berupaya dengan sungguh-sungguh untuk menjauhi apa pun yang dilarang-Nya dan semoga sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi besar Muhammad SAW.
Para hadirin sidang Jumat yang berbahagia!
Setiap 17 Agustus kita merayakan peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia. Kita semua wajib bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada bangsa Indonesia sehingga para pejuang kita berhasil meraih kemerdekaan itu dengan segala pengorbanannya. Berjuang melawan penjajah merupakan keharusan karena pada dasarnya hanya kepada Allah SWT makhluk-makhluk yang diciptakan-Nya, terlebih manusia, menghambakan dirinya.
Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam surah QS Az-Zariyat Ayat 56 :
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
Artinya: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS Az-Zariyat 56).
Para hadirin, sidang Jumat yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala.
Kalau kita kembali kepada sejarah Islam, kita akan tahu bahwa Rasulullah SAW adalah seorang tokoh agung pejuang pembebasan dan kemerdekaan. Beliau telah membebaskan umat manusia dari segala bentuk penjajahan dan penghambaan kepada sesama manusia. Sejarah membuktikan kepada kita bahwa di saat beliau diutus menjadi nabi dan rasul, umat manusia telah terlalu jauh dari bimbingan para rasul terdahulu.
Mereka menjadi hamba bagi hawa nafsunya sendiri. Mereka sesat dalam mencari arah dan tujuan hidup dan berlaku bodoh dalam memenuhi tuntutan kerohanian sehingga menyembah patung dan berhala yang mereka buat sendiri.
Golongan yang kuat bertindak sewenang-wenang dengan merebut atau merampas hak orang lain yang lemah. Golongan yang lemah terus tertindas dan terjajah. Kebodohan karena ketidaktahuan mana yang benar dan mana yang salah terus mencengkeram sehingga jaman itu dikenal dengan zaman jahiliyah.
Oleh karena itu, diutuslah Rasulullah SAW untuk memerdekakan masyarakat dari segala bentuk penjajahan baik secara jasmani maupun rohani. Perjuangannya bermula di Makkah dan direalisasikan sepenuhnya dengan membentuk umat Islam di Madinah yang kemudian menjadi model masyarakat madani. Model dan strategi perjuangan beliau ini menjadi acuan dalam membina sebuah negara yang merdeka dan berdaulat.
Sidang Jumat rahimakumullah…
Peringatan hari kemerdekaan menuntut kita untuk merenung sejenak apa yang telah kita kerjakan dalam mengisi kemerdekaan ini. Tuntutan ini telah diabadikan dalam Alquran dalam surah At-Taubah, ayat 105, yang berbunyi:
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللّٰهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya: “Dan katakanlah (wahai Muhammad): Bekerjalah kamu, maka sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat apa yang kamu kerjakan dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Maha Mengetahui perkara-perkara yang ghaib dan yang nyata, kemudian Dia menerangkan kepada kamu tentang apa yang telah kamu kerjakan.”
Ayat tersebut menegaskan bahwa kita harus mengisi hidup ini dengan beramal dan bekerja baik untuk kepentingan duniawi maupun ukhrawi. Tidak ada alasan untuk mengabaikan kedua amal tersebut karena Allah SWT telah memberi kita kemerdekaan.
Dengan kemerdekaan itu kita memiliki kebebasan seluas-luasnya untuk beribadah kepada Allah SWT karena memang tujuan Allah menciptakan manusia di dunia ini tak ada lain adalah agar kita semua senantiasa menyembah atau beribadah kepada-Nya.
Ibadah itu sangat luas yang memungkinkan seseorang mampu beribadah selama 24 jam sehari. Hal ini dimungkinkan ketika kita memaknai ibadah sebagai segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah SWT berupa ucapan, perbuatan maupun sikap, lahir maupun batin. Allah SWT telah membuka pintu-pintu kebaikan.
Rasulullah SAW telah menjelaskan kepada kita amal-amal kebaikan yang bisa mendekatkan diri kita kepada Allah SWT. Bukankah beliau telah bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Al-Hakim:
إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ شَيْءٍ يُقَرِّبُكُمْ اِلَى الْجَنَّةِ إِلَّا قَدْ أَمَرْتُكُمْ بِهِ , وَلَيْسَ شَيْءٌ يُقَرِّبُكُمْ اِلىَ النَّارِ إِلَّا قَدْ نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ
Artinya: “Tidak satu pun amal yang bisa mendekatkan kalian ke surga melainkan aku memerintahkannya kepada kalian. Dan tidak satupun amal yang bisa mendekatkan kalian ke neraka melainkan aku telah melarang kalian darinya.”
Para hadirin sidang Jumat yang dirahmati allah SWT
Kita patut bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat kemerdekaan yang telah dianugerahkan kepada kita sebagai rahmat-Nya.
Dengan kemerdekaan itu kita bebas ke mana saja untuk beribadah, bekerja, belajar, dan menjalani kehidupan yang aman dan damai. Bisa kita bayangkan betapa mengerikan dan sulitnya hidup di sebuah negara yang dilanda peperangan. Peperangan dengan latar belakang apapun, seperti perang melawan penjajah, perang saudara, konflik antaretnis dan golongan, pasti sangat mengerikan.
Kita bersyukur kepada Allah SWT karena dengan kemerdekaan, maka keamanan lebih bermakna dalam diri kita. Kita dapat menikmati berbagai kemakmuran, pembangunan dan kemajuan. Kita berdoa semoga Allah SWT terus memberikan nikmat ini dan menambahkannya.
Semoga pula kita mampu menunjukkan rasa cinta kita yang terus bertambah kepada agama dan negara tercinta ini. Allah SWT telah menegaskan di dalam Alquran, Surat Ibrahim, ayat 7 sebagai berikut:
لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Artinya: “Sekiranya kamu bersyukur, niscaya Aku akan tambahkan nikmat-Ku, dan sekiranya kamu kufur, sesungguhnya adzab-Ku amatlah pedih.”
Sidang Jumat rahimakumullah
Sebagai tanda syukur kita kepada Allah yang telah menganugerahkan kemerdekaan dan terima kasih kita kepada para pejuang dan pahlawan kita yang telah berhasil meraihnya, maka tidak sepatutnya kita menyia-nyiakan nikmat dan kesempatan-kesempatan yang ada dalam rangka mengisi kemerdekaan.
QS. Asy-Syarh Ayat 7:
فَاِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْۙ
Artinya: “Maka apabila kamu telah selesai dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Rabb mu lah hendaknya kamu berharap,”
Ayat ini melandasi upaya kita bahwa setelah kemerdekaan kita capai, kita harus mengisinya dengan disiplin kerja yang tinggi dan tetap mencintai budaya bangsa sendiri.
Kemerdekaan sesungguhnya bukan tujuan tetapi merupakan jembatan emas untuk mencapai cita-cita luhur.
Bangsa Indonesia telah bercita-cita menjadi bangsa merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Bangsa Indonesia memiliki budaya sendiri yang memungkinkan untuk tetap menjaga dan merawat negeri ini berdasarkan Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Untuk itu, marilah sesuai dengan peran dan fungsi kita masing-masing di masyarakat, kita isi kemerdekaan ini dengan beramal dan bekerja sebaik-baiknya sehingga Indonesia menjadi negara yang baldatun thayyibatun waraffun ghafur, yakni sebuah negara yang elok dimana Allah senantiasa memberikan ampunan dan ridha-Nya para pemimpin dan rakyatnya.
Sudah pasti ampunan dan ridha-Nya akan kita peroleh selama kita bertauhid, yakni selama kita menyembah dan tunduk hanya kepada Allah SWT. Semoga kita semua menjadi orang-orang merdeka yang senantiasa men-tauhidkan-Nya. Amin-aamiin Yaa Robbal ‘Aalamiin
بَارَكَ اللّٰهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ، وَتَقَبَّلَ اللَّٰهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ، أَقَوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ الْعَظِيمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Oleh: Drs KH Amin Munawar, MA Sekretaris Umum MUI Kota Tangerang
Sumber: Situs resmi MUI
Itulah contoh khutbah Jumat tentang makna kemerdekaan dalam Islam yang bisa dijadikan referensi. Semoga bermanfaat ya, infoers!