4 Petinggi NFRPB Terdakwa Kasus Makar Minta Hakim Tolak Dakwaan Jaksa

Posted on

Empat petinggi Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) menolak dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di kasus dugaan makar dengan tujuan memisahkan Papua Barat dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mereka menilai dakwaan tersebut cacat materil sehingga seharusnya batal demi hukum.

Pernyataan itu diungkapkan oleh tim penasihat hukum keempat terdakwa dalam sidang eksepsi di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), pada Senin (15/9/2025). Keempat terdakwa tersebut di antaranya adalah Abraham Goram Gaman (Staf Khusus Presiden NFRPB Bidang Kemitraan dan Mendagri), Nikson May (Tentara Nasional Papua Barat), Piter Robaha (Wakapol Domberai), dan Maksi Sangkek (Kasat Reskrim Poldis Sorong Kota)

“Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang dibacakan di depan sidang pertama hari Senin (8/9), menurut kami tim penasihat hukum terdakwa terdapat hal-hal yang tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap,” ujar Penasihat Hukum Yan Christian Warinussy membacakan nota keberatan untuk keempat kliennya dalam persidangan.

Yan kemudian menerangkan bahwa keterangan waktu dan tempat pada dakwaan JPU dinilai tidak jelas lantaran tidak secara tegas menyebutkannya. Begitu pula pada dakwaan kedua JPU, tim penasihat hukum menilai dakwaan tersebut hanya menyalin isi dari dakwaan pertama.

“Jaksa Penuntut Umum nampak hanya melakukan copy paste saja dari dakwaan kesatu untuk dimuat sebagai isi uraian perbuatan saudara Terdakwa Abraham maupun rekan-rekannya sesama terdakwa, dalam dakwaan terpisah di perkara a quo,” terangnya.

Pada dakwaan kedua tersebut, jaksa turut mendakwa keempat terdakwa dengan Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Namun, kata Yan, pihak jaksa tidak menjelaskan secara rinci perbuatan para terdakwa sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut.

“Sama sekali Jaksa Penuntut Umum tidak merinci secara jelas hal-hal apa saja yang dilakukan oleh terdakwa sesuai perannya masing-masing menurut Jaksa Penuntut Umum dalam konteks Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana,” jelas Yan.

“Sehingga berdasarkan amanat Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP, surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum adalah batal demi hukum,” ucapnya.

Oleh karena itu, tim penasihat hukum terdakwa memohon kepada majelis hakim agar menerima dan mengabulkan keberatan untuk seluruhnya. Kemudian menolak surat dakwaan JPU lantaran tidak memenuhi ketentuan pada Pasal 143 ayat 2 huruf b dan ayat 3 KUHAP.

“Membebaskan terdakwa dari dakwaan Jaksa Penuntut Umum,” pintanya.

“Atau apabila majelis hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya,” lanjutnya.

Keempat terdakwa tersebut sebelumnya didakwa melakukan makar ingin memisahkan Papua Barat dari NKRI dengan menyebarkan surat resmi kepada seluruh Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Sorong, Papua Barat. Jaksa mengatakan dugaan makar tersebut bermula ketika terdakwa Abraham mendapatkan perintah dari Forkorus Yaboisembut, selaku Presiden NFRPB pada Selasa (25/3) lalu.

“Surat tersebut memuat pernyataan dan klaim politik NFRPB, termasuk surat perundingan damai kepada Presiden Republik Indonesia, dan sejumlah dokumen lampiran yang mengisyaratkan struktur kenegaraan tandingan,” ujar jaksa membacakan dakwaannya dalam sidang pembacaan dakwaan, Senin (8/9).

Abraham kemudian menghubungi Terdakwa Piter Robaha dan Terdakwa Nikson May pada Rabu (9/4). Dia meminta keduanya untuk hadir dalam rapat koordinasi yang bertempat di kediamannya pada Kamis (10/4).

“Sekitar pukul 10.00 WIT, berlangsunglah rapat tersebut yang juga dihadiri oleh beberapa anggota NFRPB lain, termasuk Saksi Maksi Sangkek dan saudari Yuliana Suruwe. Dalam rapat tersebut, Abraham menjelaskan maksud dan tujuan kegiatan, serta menetapkan tugas masing-masing peserta,” jelas jaksa.

“Ia menyatakan bahwa pengantaran surat-surat akan dilakukan secara serentak ke sejumlah kantor pemerintahan di Kota Sorong pada hari Senin, tanggal 14 April 2025, dengan titik kumpul di kediaman terdakwa,” lanjutnya.

Lebih lanjut, dokumen yang akan disebarkan tersebut mulai dicetak dan dikumpulkan oleh terdakwa Abraham. Dalam dokumen tersebut juga berisi surat ajakan perundingan damai dengan pemerintah RI terkait pengakuan dan peralihan kedaulatan Papua Barat.

Dengan demikian, jaksa menilai perbuatan keempat terdakwa melanggar Pasal 110 ayat 1 KUHP juncto Pasal106 KUHPidana. Kemudian pada dakwaan kedua, perbuatan terdakwa diatur dan diancam dalam Pasal 106 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara pada dakwaan ketiga, keempatnya dikenakan Pasal 106 KUHP juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 53 KUHPidana juncto Pasal 87 KUHPidana.

4 Terdakwa Didakwa Mau Pisahkan Papua Barat dari NKRI

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *