Khutbah Jumat menjadi salah satu sarana dakwah dalam Islam. Ada berbagai materi khutbah Jumat singkat terbaru yang dapat disampaikan sebagai pengingat untuk menjaga keimanan dan meneguhkan nilai-nilai moral di tengah masyarakat.
Beragam tema kekinian kini yang dapat disampaikan, mulai dari persoalan moral di era digital hingga pentingnya menjaga ukhuwah islamiyah. Tema ini perlu disusun dengan baik agar pesan di dalamnya dapat tersampaikan dengan baik kepada jemaah.
Nah sebagai referensi dalam menyusun materinya, berikut 3 contoh khutbah Jumat singkat terbaru dengan berbagai tema yang bisa dijadikan referensi. Yuk disimak selengkapnya!
اَلْـحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. أُوْصِيكُمْ وَنَفْسِيَ بِتَقْوَى اللَّهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُونَ. قَالَ اللَّهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ: وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَٰهِيمُ رَبِّ ٱجۡعَلۡ هَٰذَا ٱلۡبَلَدَ ءَامِنٗا وَٱجۡنُبۡنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعۡبُدَ ٱلۡأَصۡنَامَ
Hadirin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Pada kesempatan khutbah kali ini marilah kita merenungi kondisi bangsa kita yang sedang diuji dengan berbagai gejolak sosial dan gelombang demonstrasi di berbagai tempat. Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk tidak larut dalam kegelisahan, melainkan mengambil peran dalam menjaga persatuan, menebarkan kebaikan dengan penuh hikmah, serta memohon kepada Allah agar bangsa Indonesia senantiasa diberi keselamatan, kedamaian, dan dijauhkan dari perpecahan.
Sebagai umat Islam, kita diajarkan untuk melihat semua peristiwa ini bukan hanya dari sisi lahiriah, tetapi juga dengan kacamata iman. Setiap musibah, gejolak, dan kekacauan yang menimpa bangsa adalah bagian dari ujian Allah SWT. Ujian itu datang agar kita semakin sadar akan kelemahan diri, memperbaiki amal, dan kembali kepada jalan-Nya.
Allah SWT menegaskan dalam Al-Qur’an:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (٢)
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji?” (Al-‘Ankabūt: 2)
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Persatuan adalah pondasi utama bagi kekuatan umat dan bangsa. Tanpa persatuan, umat akan mudah dilemahkan oleh perpecahan, perselisihan, dan permusuhan. Karena itulah Islam menegaskan agar umat berpegang teguh pada tali agama Allah dan tidak bercerai-berai.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا ۚ وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (١٠٣)
“Dan berpeganglah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan nikmat Allah itu kamu menjadi bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Āli ‘Imrān: 103)
Ayat ini mengingatkan kita bahwa nikmat terbesar dari Allah kepada umat Islam adalah persaudaraan (ukhuwah). Rasulullah ﷺ mencontohkan hal ini ketika beliau mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan Anshar. Mereka sebelumnya berbeda suku, berbeda latar belakang, bahkan sering bermusuhan, tetapi dengan iman dan ukhuwah Islamiyah mereka bersatu menjadi saudara seiman yang saling menolong dan saling menguatkan.
Relevansinya bagi bangsa Indonesia sangat jelas. Perbedaan pendapat, termasuk melalui demonstrasi, adalah hal yang lumrah dalam kehidupan berbangsa. Namun, jangan sampai perbedaan itu membuat kita terpecah, saling membenci, bahkan bermusuhan. Karena sesungguhnya kekuatan Indonesia terletak pada persatuan rakyatnya. Jika persatuan rapuh, maka bangsa akan mudah diadu domba dan dilemahkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah
Islam menugaskan umatnya untuk selalu menebarkan kebaikan dan mencegah keburukan. Namun, amar ma’ruf nahi munkar itu harus dilakukan dengan cara yang penuh hikmah, kelembutan, dan kedamaian, bukan dengan kebencian atau kekerasan. Karena Islam hadir sebagai rahmat bagi seluruh alam, bukan sebagai sumber perpecahan.
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
“Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya; jika ia tidak mampu maka dengan lisannya; dan jika ia tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim).
Hadits ini mengajarkan kepada kita bahwa kewajiban amar ma’ruf nahi munkar tidak harus selalu dengan kekerasan atau konfrontasi. Ada tahapan dan ada cara yang sesuai dengan kemampuan dan keadaan. Justru ketika amar ma’ruf dilakukan dengan cara hikmah dan kasih sayang, maka ia akan lebih membekas dan membawa perubahan yang nyata.
Karena itu, menebarkan kebencian, melakukan kekerasan, dan memecah-belah umat bukanlah ajaran Islam. Yang diajarkan Rasulullah ﷺ adalah kelembutan hati, kasih sayang, dan keteladanan yang baik. Maka, di tengah gejolak bangsa ini, umat Islam harus menjadi penebar kesejukan, pengajak kebaikan, dan pengingat yang damai.
Marilah kita mulai dari lingkungan terdekat kita: keluarga, tetangga, masyarakat sekitar. Jadilah muslim yang membawa kedamaian, bukan ketakutan. Jadilah muslim yang menguatkan persaudaraan, bukan meruntuhkannya. Dengan demikian, Islam benar-benar hadir sebagai rahmat bagi bangsa Indonesia.
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Bangsa ini adalah milik bersama. Indonesia bukan hanya sekadar tanah tempat kita berpijak, tetapi juga amanah Allah ﷻ yang harus dijaga dengan doa, usaha, dan persaudaraan. Di tengah berbagai ujian, doa umat sangat dibutuhkan untuk keselamatan, kedamaian, dan keberkahan negeri ini.
Doa Nabi Ibrahim عليه السلام untuk negerinya menjadi teladan bagi kita dalam mendoakan Indonesia:
وَإِذۡ قَالَ إِبۡرَٰهِيمُ رَبِّ ٱجۡعَلۡ هَٰذَا ٱلۡبَلَدَ ءَامِنٗا وَٱجۡنُبۡنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعۡبُدَ ٱلۡأَصۡنَامَ
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: ‘Ya Rabbku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala.'” (QS. Ibrahim: 35).
Maka, sudah sepatutnya kita sebagai umat Islam yang tinggal di Indonesia, senantiasa berdoa agar Allah menjaga negeri ini, melindungi rakyatnya, memberi keberkahan rezeki, serta menghadirkan pemimpin-pemimpin yang adil dan amanah.
بارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيمِ. أَقُولُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِي وَلَكُمْ، وَلِجَمِيعِ المُسْلِمِينَ وَالمُسْلِمَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ.
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِينَ الطَّاهِرِينَ، وَعَلَى أَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ، وَعَلَى التَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، حَمْدًا يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلاَلِ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ، اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ، وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ، فَيَا قَاضِيَ الحَاجَاتِ، اللّهُمَّ اِنَّا نَسْأَلُكَ سَلاَمَةً فِى الدِّيْنِ، وَعَافِيَةً فِى الْجَسَدِ، وَزِيَادَةً فِى الْعِلْمِ، وَبَرَكَةً فِى الرِّزْقِ، وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ، وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ، وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنتَ ٱلْوَهَّابُ، رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ، وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا.
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي بِلَادِنَا وَاجْعَلْهَا آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً، وَوَفِّقْنَا لِزِيَادَةِ الْإِيمَانِ وَالطَّاعَةِ، وَاحْفَظْنَا وَأَهْلَنَا مِنَ الْفِتَنِ وَالْخِلَافِ، وَارْزُقْنَا رُوحَ التَّعَاوُنِ وَالتَّرَاحُمِ وَالْإِصْلَاحِ، وَاجْعَلْ أَعْمَالَنَا سَبَبًا لِبِنَاءِ أُمَّةٍ وَطَنٍ صَالِحٍ، خَالِصَةً لِوَجْهِكَ الْكَرِيمِ، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ، وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ
Sumber: Suara Muhammadiyah
Oleh: H Aris Rakhmadi, ST., MEng, Dept of Informatics Engineering, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
الحَمْدُ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ، وَنَسْتَعِينُهُ، وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللّٰهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَدَّى الأَمَانَةَ، وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ، وَنَصَحَ الأُمَّةَ، وَكَشَفَ اللّٰهُ بِهِ الْغُمَّةَ، وَجَاهَدَ فِي اللّٰهِ حَقَّ جِهَادِهِ حَتَّى أَتَاهُ الْيَقِينُ.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيَ الْخَاطِئَةَ بِتَقْوَى اللّٰهِ، فَإِنَّهَا زَادُ الْمُتَّقِيْنَ، وَسَبَبُ النَّجَاةِ يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُوْنَ إِلَّا مَنْ أَتَى اللّٰهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ. يَقُوْلُ اللّٰهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: ﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ ﴾ وَقَالَ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿ وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِيْنَ أُوْتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللّٰهَ ﴾
وَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ فِي الْحَدِيْثِ الصَّحِيْحِ: اِتَّقِ اللّٰهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
Ma’āsyiral muslimīn rahimakumullāh,
Alhamdulillāh, segala puji bagi Allah ﷻ atas limpahan nikmat dan karunia-Nya, terutama nikmat iman dan Islam. Dialah yang menuntun kita dari gelapnya kebodohan menuju cahaya ilmu. Di tengah derasnya arus informasi yang tak terbendung, hanya dengan taufik Allah kita mampu membedakan antara yang benar dan yang salah. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muḥammad ﷺ, teladan dalam ucapan dan perbuatan, yang mengajarkan adab berbicara dan bahaya kata tanpa ilmu.
Wahai kaum Muslimin, di antara fitnah besar zaman ini adalah musibah informasi – berita bohong dan fitnah yang menyebar tanpa tabayyun. Banyak kehormatan rusak hanya karena satu kabar palsu. Maka, mukmin sejati adalah yang berhati-hati sebelum berbicara, meneliti sebelum menyebarkan, dan takut kepada Allah dalam setiap kata yang ia tulis dan bagikan.
Ma’āsyiral muslimīn rahimakumullāh,
Umat Islam hari ini sedang menghadapi ujian besar berupa musibah informasi-fitnah yang datang bukan dengan pedang, tetapi melalui layar dan jari-jemari kita sendiri. Di era digital, berita menyebar lebih cepat dari cahaya, menembus batas ruang dan waktu tanpa sempat diperiksa kebenarannya. Apa yang viral seringkali dianggap benar, padahal bisa jadi hanyalah kebohongan yang dibungkus rapi dengan emosi dan kepentingan. Islam sejak empat belas abad yang lalu telah memperingatkan umatnya dari bahaya al-ifk (berita bohong), fitnah, dan ghibah, karena semua itu dapat menghancurkan ukhuwah, menebar kebencian, dan menimbulkan dosa besar di sisi Allah. Maka berhati-hatilah, wahai hamba Allah, agar jari-jemari kita tidak menjadi saksi keburukan di hari kiamat karena turut menyebarkan dusta di dunia maya.
Ma’āsyiral muslimīn rahimakumullāh,
Kita hidup di zaman yang disebut para ulama sebagai “fitnah akhir zaman”, di mana kebenaran dan kebatilan bercampur, dan manusia lebih percaya pada apa yang viral daripada apa yang benar. Ledakan media sosial telah mengubah wajah dunia: setiap orang kini bisa menjadi “penyebar berita”, tanpa perlu izin, tanpa penyaringan, bahkan tanpa ilmu. Satu unggahan bisa menjangkau ribuan orang hanya dalam hitungan info. Namun, di balik kemudahan ini tersimpan bahaya besar-karena di saat manusia lalai untuk tabayyun, jempolnya bisa berubah menjadi senjata yang membunuh karakter saudaranya sendiri.
Betapa sering kita menyaksikan berita palsu yang menimbulkan permusuhan, isu yang memecah belah umat, atau fitnah terhadap para ulama dan dai yang sebenarnya tak bersalah. Semua bermula dari satu kiriman, satu komentar, atau satu unggahan yang disebarkan tanpa pikir panjang. Dulu ujian seorang mukmin ada pada lisannya, tetapi hari ini ujian kita berpindah ke ujung jempol. Maka berhati-hatilah, wahai kaum Muslimin, sebab apa yang kita tulis dan sebarkan akan dicatat oleh malaikat, dan setiap hurufnya bisa menjadi saksi di hadapan Allah pada hari pembalasan.
Ma’āsyiral muslimīn rahimakumullāh,
Islam adalah agama yang sangat menjaga kehormatan manusia dan menegakkan kebenaran dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam urusan informasi. Allah ﷻ telah memberi peringatan yang tegas agar umat beriman tidak mudah menyebarkan berita tanpa tabayyun. Firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا…
“Wahai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, maka periksalah dengan teliti…” (QS. al-Ḥujurāt: 6)
Ayat ini menjadi fondasi etika bermedia dalam Islam, menuntun kita untuk berhenti sejenak sebelum menekan tombol “kirim” atau “bagikan”. Sebab, di balik satu klik yang ceroboh, bisa jadi ada kehormatan seorang Muslim yang tercoreng, nama baik yang hancur, atau persaudaraan yang retak karena berita yang tidak benar.
Allah SWT juga mengingatkan bahwa fitnah lebih berbahaya daripada pembunuhan, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ
“Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan.” (QS. al-Baqarah: 191).
Jika pembunuhan menghilangkan nyawa seseorang, maka fitnah dapat membunuh kehormatan, menghancurkan kepercayaan, dan menimbulkan permusuhan yang berkepanjangan. Inilah fitnah digital di zaman kita – tidak menumpahkan darah, tetapi melukai hati dan merobek persaudaraan sesama Muslim.
Rasulullah SAW pun memperingatkan bahaya ghibah (menceritakan kejelekan orang lain di belakangnya) dan namimah (mengadu domba dengan menyebarkan perkataan orang lain untuk menciptakan permusuhan), dua penyakit lisan yang kini berwujud baru di dunia maya. Beliau bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ
“Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba.” (HR. al-Bukhārī, no. 6056).
Jika dulu namimah dilakukan dari telinga ke telinga, maka kini ia berpindah melalui “forward” dan “share” di grup WhatsApp dan media sosial. Maka berhati-hatilah, wahai kaum Muslimin, jangan sampai jempol kita menjadi penyebab dosa besar yang menghalangi kita dari surga Allah, hanya karena kita lalai menjaga etika dalam berbicara dan menyebarkan berita.
Ma’āsyiral muslimīn rahimakumullāh,
Para ulama menggambarkan hoaks dan fitnah bagaikan api kecil yang membakar hutan kepercayaan. Ia bermula dari satu percikan-satu kabar tanpa tabayyun, satu unggahan yang tidak dipikirkan-namun dapat melalap habis nama baik, keutuhan umat, dan rasa saling percaya di tengah masyarakat. Api itu mungkin kecil di awal, tapi bila dibiarkan, ia menjalar luas dan sulit dipadamkan. Begitu pula hoaks; sekali ia menyala di dunia digital, ia membakar akal sehat dan menebar kebencian ke segala arah.
Dalam dunia modern, jejak digital menjadi saksi yang tak bisa dihapus. Sekali kita memposting kebohongan, maka jejaknya akan terus ada, tersebar, dan sulit ditarik kembali, bahkan setelah kita menyesalinya. Imam al-Ghazali rahimahullah pernah memberikan nasehat, “Lisan itu seperti pedang; bila tak dijaga, ia melukai pemiliknya.” Maka di zaman ini, jempol adalah lisan kedua. Ia bisa menjadi alat dakwah dan pahala, tapi juga bisa menjadi sumber dosa yang tak henti mengalir. Karena itu, sebelum menulis dan menyebarkan sesuatu, tanyakanlah pada diri: apakah tulisan ini mendatangkan ridha Allah atau murka-Nya?
Ma’āsyiral muslimīn rahimakumullāh,
Salah satu dampak paling berbahaya dari hoaks dan fitnah digital adalah rusaknya ukhuwah Islamiyyah. Berita palsu menimbulkan salah paham, menanamkan curiga, dan menumbuhkan kebencian di antara sesama Muslim. Dari satu postingan yang menyesatkan, bisa lahir perpecahan di masyarakat, hilangnya kepercayaan antarsaudara, bahkan permusuhan yang panjang. Padahal Islam datang untuk menyatukan hati, bukan memecah belahnya. Ketika hoaks menjadi kebiasaan, maka yang musnah bukan hanya kebenaran, tapi juga kasih sayang dan saling percaya yang menjadi pondasi umat.
Lebih dari itu, fitnah digital membawa kerugian spiritual yang amat dalam. Ia menghapus keberkahan ilmu, waktu, dan amal, karena seseorang sibuk menebar kabar tanpa manfaat, hingga lalai dari dzikir dan ibadah. Waktunya habis untuk menggulir layar, bukan membaca Al-Qur’an; lisannya sibuk berkomentar, bukan berdoa. Maka berhati-hatilah, wahai hamba Allah, sebab dosa dari jari-jemari yang menebar fitnah tidak hanya menghancurkan hubungan antarmanusia, tapi juga menggelapkan hati dan menjauhkan kita dari rahmat Allah SWT.
Ma’āsyiral muslimīn rahimakumullāh,
Di tengah derasnya arus informasi, seorang Muslim sejati harus memiliki tiga sikap utama agar selamat dari fitnah zaman: tabayyun, tatsabbut, dan tawakkuf. Tabayyun berarti berhati-hati dan tidak mudah percaya sebelum jelas kebenarannya; tatsabbut berarti memverifikasi sumber serta meneliti niat orang yang menyebarkan berita; dan tawakkuf berarti menahan diri-jika ragu, maka diam adalah pilihan terbaik. Rasulullah SAW bersabda,
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
“Cukuplah seseorang dianggap pendusta jika ia menceritakan semua yang ia dengar.” (HR Muslim, nomor 5).
Maka ukuran kejujuran di zaman ini bukan hanya pada apa yang kita ucapkan, tetapi juga pada apa yang kita sebarkan.
Gunakanlah media sosial dan teknologi informasi dengan niat yang benar: untuk dakwah, ilmu, dan kebaikan. Jadikan jempol kita sebagai alat menyebar cahaya, bukan bara api fitnah. Sebarkan ilmu yang bermanfaat, kabar yang menenangkan, dan pesan yang mempererat ukhuwah. Sebab, setiap postingan dan komentar akan menjadi amal yang kelak Allah perhitungkan. Jika kita tidak bisa menjadi penyeru kebaikan di dunia maya, maka setidaknya jadilah penjaga diri yang tidak ikut menebar keburukan.
Ma’āsyiral muslimīn rahimakumullāh,
Dari seluruh pembahasan tadi, marilah kita renungkan bersama bahwa informasi adalah amanah, bukan permainan. Setiap berita yang kita terima dan sebarkan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Karena itu, tabayyun adalah benteng keimanan di tengah derasnya arus kabar, dan menjaga jempol adalah tanda ketakwaan di era digital ini. Maka jadilah hamba Allah yang cerdas dan bertakwa: penyebar kebenaran, bukan penyebar keonaran; pembawa kedamaian, bukan pemantik fitnah. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang menjaga lisannya, menahan jarinya, dan menggunakan setiap medianya untuk menegakkan kebenaran dan menebar kebaikan.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَيَا فَوْزَ الْمُسْتَغْفِرِيْنَ وَيَا نَجَاةَ التَّائِبِيْنَ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
Ma’āsyiral muslimīn rahimakumullāh,
Sesungguhnya hoaks dan fitnah digital adalah musibah besar di zaman modern, yang hanya dapat dihadapi dengan takwa, tabayyun, dan tanggung jawab sosial. Takwa menjaga hati agar takut berbuat dosa, tabayyun menjaga akal agar tidak tertipu kabar dusta, dan tanggung jawab sosial menjaga masyarakat dari perpecahan. Jadikanlah media sosial sebagai ladang pahala, bukan sumber dosa; tempat menyebar ilmu, bukan fitnah; wadah menebar kedamaian, bukan permusuhan. Marilah kita menjadi umat yang menjadi teladan dalam etika bermedia, menghidupkan budaya literasi dan verifikasi, serta menjaga kehormatan saudara seiman. Semoga Allah SWT meneguhkan kita dalam kebenaran, menjauhkan kita dari fitnah dunia maya, dan mengumpulkan kita kelak dalam naungan rahmat-Nya di hari kiamat.
فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى اِنَّ اللهَ وَ مَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يٰأَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مَجِيْبُ الدَّعَوَاتِ
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الَّذِينَ يَعْمُرُونَ الْأَرْضَ بِطَاعَتِكَ، وَلَا تَجْعَلْنَا مِمَّنْ يُفْسِدُونَ فِيهَا بِمَعَاصِيكَ.
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ قُلُوبَنَا، وَطَهِّرْ بِيئَتَنَا، وَارْزُقْنَا شُكْرَ نِعْمَتِكَ، وَاسْتِعْمَالَهَا فِيمَا يُرْضِيكَ.
اَللّٰهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَنَا، وَنَقِّ أَلْسِنَتَنَا وَأَقْلَامَنَا وَجَوَالَنَا مِنَ الْكَذِبِ وَالْفِتْنَةِ وَالنَّمِيمَةِ، وَاجْعَلْنَا مِفَاتِيحَ لِلْخَيْرِ مَغَالِيقَ لِلشَّرِّ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا، وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ.
عبادَ اللهِ، إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ.
Sumber: Laman Pondok Pesantren Darusy Syahada
وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ شَهَادَةً تُنْجِي قَائِلَهَا يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الْمُصْطَفَى مِنْ خَلْقِهِ، وَصَلَّى اللّٰهُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آله وَصَححْبِهِ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ
أَمَّا بَعْدُ،فَيَاأَيُّهَا الْاِخْوَانُ أُوْصِيْكُمْ وَاِيَايَ بِتَقْوَى اللّٰهِ وَطَاعَتِهِ، بِامْتِثَالِ أَوَامِرِهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ. قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى فِييْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ
Saudaraku yang berbahagia, jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Alhamdulillah, kita kembali diberikan kesempatan oleh Allah SWT untuk berkumpul di masjid ini, dalam keadaan sehat dan penuh harapan agar kita senantiasa berada dalam naungan rahmat-Nya. Dalam kehidupan kita, terutama di era digital yang berkembang pesat ini, kita dihadapkan pada tantangan yang sangat besar, yakni radikalisasi dan ekstremisme yang semakin mengancam keberagaman dan kedamaian umat manusia. Fenomena ini bukan hanya terjadi di dunia nyata, melainkan juga semakin merajalela di dunia maya, di mana penyebaran ideologi-ideologi yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam yang moderat menjadi sangat mudah dilakukan.
Era digital, dengan segala kemudahan akses informasi, telah menciptakan ruang bagi berbagai pihak untuk menyebarkan ideologi yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil-‘alamin. Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, harus dapat memahami dan menerapkan prinsip wasatiyyah atau moderasi, yang telah Allah ajarkan kepada umat ini melalui wahyu-Nya. Wasathiyyah adalah sikap pertengahan, yang menghindarkan kita dari segala bentuk ekstrimisme baik dalam pikiran, tindakan, maupun sikap.
Saudaraku yang dirahmati Allah,
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 143:
“وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَٰكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ”
“Dan demikianlah Kami menjadikan kamu umat yang tengah (pertengahan) agar kamu menjadi saksi bagi umat manusia dan agar rasul menjadi saksi bagi kamu.” (QS Al-Baqarah: 143)
Ayat ini sangat jelas mengajarkan kita bahwa umat Islam diperintahkan untuk menjadi umat yang wasath (moderat), yang dapat menjaga keseimbangan antara prinsip agama, sosial, politik, dan kehidupan sehari-hari. Konsep wasathiyyah dalam Islam mengajarkan kita untuk tidak terjerumus dalam dua kutub ekstrem: baik ekstremisme yang berlebihan maupun sikap apatis yang kurang peduli.
Lantas, bagaimana seharusnya kita memahami dan mengamalkan konsep wasathiyyah ini, terutama dalam menghadapi tantangan radikalisasi dan ekstremisme yang semakin marak di era digital?
Pendapat Para Ulama dan Mufassir tentang Ayat Al-Baqarah 143 Beberapa ulama dan mufassir telah memberikan penjelasan mendalam tentang makna ayat ini, antara lain:
Menurut Ibnu Kathir dalam tafsirnya, umat Islam dijadikan umat yang moderat untuk menjadi contoh bagi umat-umat lain dalam menjalani kehidupan yang sesuai dengan tuntunan Allah. Sebagai umat yang moderat, kita harus menjaga keseimbangan dalam menjalani hidup antara dunia dan akhirat, serta antara kepentingan individu dan masyarakat.
Sementara itu, Imam Al-Qurthubi melalui tafsirnya, mengatakan umat Islam dipilih untuk menjadi umat yang wasath agar mampu menjadi saksi bagi umat manusia. Dengan kata lain, umat Islam harus dapat memberikan teladan yang baik dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat, serta menyampaikan kebaikan kepada orang lain tanpa terjebak dalam pandangan yang sempit atau ekstrem.
Sedangkan dalam pandangan Imam al-Thabari, moderasi dalam Islam bukan hanya dalam hal ibadah, melainkan juga dalam hal muamalah (interaksi sosial) dan sikap terhadap perbedaan. Islam mengajarkan umatnya untuk tetap adil dan tidak berlebih-lebihan dalam segala aspek kehidupan.
Bagi Imam Al-Razi, makna wasath dalam ayat ini mencakup sikap keseimbangan dalam beragama. Tidak berlebihan dalam menjalankan ibadah atau dalam menyebarkan dakwah, tetapi juga tidak menyepelekan kewajiban agama. Keseimbangan ini akan membuat umat Islam dihormati dan diikuti oleh umat lainnya.
Dan menurut Sayyid Qutb, dalam tafsirnya, umat Islam sebagai umat moderat memiliki tanggung jawab untuk menjaga kedamaian dan persatuan umat manusia. Umat Islam harus menjadi jembatan yang menghubungkan perbedaan dan membawa umat manusia kepada jalan yang penuh kedamaian.
Saudaraku yang dirahmati Allah, Dari penjelasan para ulama dan mufassir ini, kita dapat menarik kesimpulan bahwa wasathiyyah adalah kunci dalam menghadapi segala bentuk ekstremisme. Dengan memahami dan mengamalkan nilai-nilai moderasi dalam Islam, kita dapat menghindari penyebaran ideologi yang merusak tatanan sosial dan ukhuwah Islamiyah, khususnya dalam menghadapi radikalisasi yang marak di era digital ini.
أَقُولُ قَوْلِي هَذَا وأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ، إِنَّهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحيمُ
Sumber: MUI Digital
Oleh: Ustadz Dr Canra KJ Lubis MA, Sekretaris Komisi Dakwah MUI dan dosen MMD Fakultas Dakwah UIN Jakarta
Demikian kumpulan contoh teks khutbah Jumat singkat terbaru dengan tema-tema kekinian. Semoga bermanfaat!