Menonton film bertema perjuangan kemerdekaan menjadi salah satu cara seru untuk merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia (RI) pada 17 Agustus. Ada berbagai film tanah air yang mengusung tema perjuangan meraih kemerdekaan, maupun upaya mempertahankannya.
Film-film bertema perjuangan ini tidak hanya sebagai ajang hiburan, tetapi juga mengajak untuk mengenang jasa para pahlawan. Selain itu juga sebagai media edukasi untuk memahami arti kebebasan, persatuan, dan cinta tanah air.
Alur yang tertuang dalam film bertema kemerdekaan, merupakan hasil visualisasi tentang kisah beratnya perjuangan bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah, baik melalui pertempuran fisik di medan perang maupun diplomasi di meja perundingan. Sehingga sangat tepat menyaksikannya di momen HUT RI untuk menggugah rasa nasionalisme.
Nah bagi infoers yang sedang mencari film yang cocok ditonton saat 17 Agustus nanti, berikut daftar film yang bisa jadi pilihan. Yuk, disimak!
Kadet 1947 menjadi salah satu film pertama yang cocok ditonton pada 17 Agustus. Film yang tayang perdana pada 2021 lalu ini mengangkat kisah perjuangan sekelompok kadet muda Angkatan Udara (AU) dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Disutradarai oleh Rahabi Mandra dan Aldo Swastia, film “Kadet 1947” terinspirasi dari peristiwa misi serangan udara pertama AU Indonesia yang dilakukan oleh para kadet (calon penerbang AU) di markas pertahanan Belanda di Semarang, Salatiga, dan Ambarawa pada tahun 1947.
Film ini menyoroti keberanian sekelompok kadet muda dari sekolah penerbangan AU di Maguwo, Yogyakarta, yang rela turun ke medan tempur meski minim pengalaman. Mereka berambisi mempertahankan kedaulatan Indonesia dengan melakukan misi udara menyerang markas Belanda.
Pasalnya, Belanda kembali mencoba merebut dan menguasai Indonesia dengan melakukan serangan. Padahal Indonesia dan Belanda baru saja melakukan Perundingan Linggarjati yang berisi kesepakatan bahwa Belanda mengakui status kemerdekaan Indonesia dan akan meninggalkan negeri ini.
Selain menegangkan, film ini juga menyuguhkan sisi emosional dari para tokohnya yang meninggalkan keluarga demi perjuangan. Penonton diajak merasakan dilema, persahabatan, dan tekad bulat mereka untuk membela tanah air.
Melalui visual yang memukau dan alur cerita yang menyentuh, Kadet 1947 menjadi pengingat akan semangat juang generasi muda di masa kemerdekaan. Film ini membuktikan bahwa keberanian bukan hanya milik mereka yang berpengalaman, tetapi juga bagi mereka yang memiliki tekad dan cinta pada bangsanya.
Rekomendasi film selanjutnya adalah Merah Putih yang dirilis pada 2009 silam. Film ini merupakan film pertama dari rangkaian film “Trilogi Merdeka” yang berlatar masa Agresi Militer Belanda I pada tahun 1947.
Alur film Merah Putih ini menceritakan perjalanan 5 pria di Sekolah Tentara Rakyat dengan latar belakang yang berbeda, namun disatukan dengan tujuan yang sama yaitu mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari Belanda. Kelima pria tersebut adalah Amir (Lukman Sardi), Marius (Darius), Thomas (Donny Alamsyah), Soerono (Zumi Zola), dan Dayan (Rifnu Wikana).
Kisah dimulai ketika mereka telah lulus dan diperkenankan untuk kembali ke rumah masing-masing. Pada saat yang sama terdapat sebuah acara di sebuah desa dan mereka menikmati pesta tersebut.
Namun, tiba-tiba terjadi penyerangan dari Belanda pada desa tersebut. Belanda menghancurkan markas mereka dan menewaskan banyak kawan seperjuangan.
Mereka yang selamat pun harus berjuang melanjutkan misi dengan peralatan seadanya dan semangat yang nyaris padam. Persahabatan, pengorbanan, dan kepercayaan menjadi kunci bagi mereka sehingga dapat bertahan hidup di tengah medan perang.
Selain adegan aksi yang menegangkan, film ini juga memperlihatkan konflik batin para tokohnya. Latar belakang sosial dan karakter yang berbeda memunculkan gesekan, namun justru memperkuat rasa persatuan mereka.
Film Darah Garuda merupakan bagian kedua dari rangkaian film “Trilogi Merdeka”. Darah Garuda pertama kali tayang pada 2010 dengan sutradara yang sama yaitu Yadi Sugandi dan Conor Allyn.
Darah Garuda berkisah tentang sekelompok kadet heroik yang bergerilya di pulau Jawa pada 1947. Terpecah oleh rahasia-rahasia pada masa lalu, keempat lelaki muda itu bersatu untuk melancarkan sebuah serangan nekat terhadap kamp tawanan milik Belanda, demi menyelamatkan para perempuan yang mereka cintai.
Terhubung dengan kantor pusat Jendral Sudirman, mereka menjalankan sebuah misi berbahaya untuk menyusup ke wilayah musuh demi menghancurkan rencana Belanda. Perjalanan tersebut penuh rintangan, mulai dari medan berat, pengkhianatan, hingga serangan mendadak yang mengancam nyawa.
Selain ketegangan aksi, film ini juga mengeksplorasi hubungan antar tokoh yang semakin solid meski penuh perbedaan. Persahabatan dan rasa saling percaya menjadi kekuatan utama yang membuat mereka mampu bertahan.
Hati Merdeka adalah film ketiga sekaligus penutup dari rangkaian film “Trilogi Merdeka”. Berlatar masa revolusi Indonesia tahun 1947-1948, film ini menyoroti misi terakhir kelompok prajurit yang penuh risiko.
Setelah menyelesaikan misi yang merenggut salah satu anggota kelompok, kesetiaan kelompok kadet ini kembali diuji dengan mundurnya pemimpin mereka, Amir (Lukman Sardi) dari Angkatan Darat. Tanpa pemimpin dan dengan rasa kesedihan atas kehilangan itu, para kadet membawa dendam mereka dalam perjalanan misi ke Bali tempat Dayan yang bisu (T Rifnu Wikana) tinggal, untuk membalas dendam kepada Belanda.
Kali ini, mereka ditugaskan menyeberang ke Bali untuk membunuh Kolonel Raymer, yang telah membunuh keluarga Tomas di awal trilogi ini. Tomas pun terpilih menjadi pemimpin baru dari kelompok kadet ini.
Di tengah perjalanan, para tokoh menghadapi pergulatan batin akibat kehilangan sahabat dan keluarga. Mereka harus memilih antara membalas dendam atau tetap berpegang pada nilai kemanusiaan.
Lantas, seperti apa kelanjutannya? infoers bisa menemukan jawabannya dengan menonton film “Hati Merdeka” ini.
Film Soekarno: Indonesia Merdeka adalah film biografi yang mengisahkan perjalanan hidup Soekarno sejak masa muda hingga memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Adapun Ario Bayu digaet untuk memerankan Soekarno dan Lukman Sardi sebagai Moh Hatta.
Cerita ini dimulai dari seorang anak laki-laki bernama Kusno yang akhirnya berganti nama menjadi Soekarno karena sering mengalami sakit. Ayahnya berharap anak laki-lakinya itu bisa menjadi tokoh layaknya Adipati Karno.
Harapan ayahnya pun terpenuhi, di mana Soekarno yang berumur 24 tahun berhasil mengguncang podium dengan berteriak “Kita harus merdeka sekarang!”. Nahasnya, aksi itu malah membuatnya mendekam di penjara karena dituduh memberontak dan menjadi penghasut.
Meski begitu, semangat dan keberaniannya tak pernah padam. Pledoinya yang sangat terkenal, Indonesia Menggugat, mengantarkannya ke pembuangan di Ende, lalu ke Bengkulu.
Film ini juga menyoroti hubungan Soekarno dengan tokoh-tokoh besar lain, termasuk Hatta, Sjahrir, dan para pejuang kemerdekaan. Konflik batin dan strategi politiknya digambarkan dengan dramatis di tengah ancaman penangkapan dan pengasingan.
Selain itu, terdapat pula film “Jenderal Soedirman” yang cocok ditonton untuk merayakan kemerdekaan 17 Agustus. Film ini mengangkat kisah perjuangan Panglima Besar Jenderal Soedirman dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Film Jenderal Soedirman ini berlatar tahun 1948 yang menceritakan Agresi Militer Belanda II yang mengancam kedaulatan bangsa. Saat Belanda berhasil menduduki Yogyakarta, Soedirman yang tengah sakit paru-paru memutuskan memimpin perang gerilya. Dengan tubuh lemah, ia tetap memimpin pasukannya melintasi hutan, gunung, dan medan berat demi menjaga semangat perlawanan.
Jenderal Soedirman pun memiliki strategi jitu untuk menghadapi pasukan Belanda yang memiliki persenjataan lebih modern. Ia membuat Tanah Jawa berubah menjadi medan perang yang luas, taktik gerilya itu pun berhasil membuat Belanda kewalahan hingga kehabisan logistik dan waktu.
Selain menampilkan sisi heroik, film ini juga menyoroti pengorbanan pribadi Soedirman dan pasukannya dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Film ini menjadi penghormatan bagi sosok yang mengajarkan arti keberanian, pengabdian, dan pengorbanan tanpa batas.
Sang Kiai adalah film aksi drama biografi Indonesia yang mengisahkan perjuangan KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, pada masa pendudukan Jepang hingga awal kemerdekaan. Film yang dirilis pada 2013 ini menggambarkan Hasyim Asy’ari sebagai ulama, pendidik, sekaligus tokoh perlawanan yang berpegang teguh pada prinsip agama dan bangsa.
Alurnya bermula ketika Jepang menduduki Indonesia dan mulai melarang pengibaran bendera merah putih, melarang memutar lagu Indonesia Raya dan memaksa rakyat Indonesia untuk melakukan Seikerei yaitu menghormat kepada Matahari. KH Hasyim Asy’ari menganggap Seikerei adalah perbuatan yang menyimpang dari ajaran Islam sehingga dia menolak menuruti kebijakan Jepang tersebut.
Keberaniannya itu pun dibalas dengan penangkapan yang dilakukan Jepang. Salah satu putranya, KH Wahid Hasyim mencoba berdiplomasi dengan pihak Jepang untuk membebaskan KH Hasyim Asy’ari.
KH Wahid Hasyim berhasil memenangkan diplomasi tersebut dan KH Hasyim Asy’ari pun dibebaskan. Kisah berlanjut dengan munculnya Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh para ulama yang memicu semangat rakyat untuk melawan pasukan sekutu yang datang kembali setelah proklamasi kemerdekaan.
Selain menyoroti perjuangan KH. Hasyim Asy’ari, film ini juga menampilkan perjalanan tokoh muda seperti Harun yang ikut terlibat dalam perlawanan. Hubungan guru dan murid, keluarga, serta masyarakat pesantren menjadi bagian penting dari cerita.
Selanjutnya ada film Tjokroaminoto: Guru Bangsa yang dapat menemani perayaan 17 Agustus. Film Tjokroaminoto: Guru Bangsa disutradarai oleh Garin Nugroho dan diperankan oleh Reza Rahardian.
Film ini mengisahkan perjalanan hidup Haji Oemar Said Tjokroaminoto, tokoh penting pergerakan nasional dan pendiri Sarekat Islam. Berlatar awal abad ke-20, film ini menggambarkan perannya dalam membangkitkan kesadaran rakyat untuk melawan penjajahan Belanda.
Tjokroaminoto merupakan putra dari keluarga bangsawan Jawa di Ponorogo dan memiliki latar belakang keislaman yang kuat. Ia tumbuh menjadi pemuda cerdas yang menempuh pendidikan dan memilih mengabdikan diri untuk rakyat.
Sejak kecil, ia telah merasa prihatin dengan kondisi pribumi saat itu. Terlebih pada kaum buruh dan rakyat pribumi yang tersiksa akibat perlakuan kolonial Belanda yang selalu semena-mena.
Tjokroaminoto kerap menyuarakan perlawanan terhadap kolonial Belanda dan membela pribumi lewat tulisan di surat kabar serta orasi massa. Hal ini membuatnya dihormati dan menjadi tokoh andalan dalam menyelesaikan berbagai persoalan sosial.
Kepemimpinan Tjokroaminoto yang diakui banyak orang membuat Haji Samanhoedi dari Sarekat Dagang Islam mengutus wakilnya untuk memintanya memimpin organisasi yang dibekukan Belanda. Dari sinilah perjuangannya melawan rezim kolonial dimulai, hingga pada 1912 ia mendirikan Sarekat Islam.
Film Battle of Surabaya adalah film animasi Indonesia yang berlatar peristiwa pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Film animasi ini pertama kali dirilis pada Agustus 2015.
Alur film ini berpusat pada petualangan Musa, seorang remaja yang bekerja sebagai tukang semir sepatu yang terlibat dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan pada 10 November 1945.
Musa awalnya hanya diminta menjadi kurir pesan penting di tengah kota Surabaya yang sedang bergolak. Namun, misi itu membawanya berhadapan langsung dengan bahaya, pengkhianatan, dan kehilangan orang-orang terdekat.
Perjalanan Musa mempertemukannya dengan berbagai tokoh, termasuk para pejuang dan tentara sekutu. Dari mereka, ia belajar arti keberanian, pengorbanan, dan pentingnya memperjuangkan kebenaran.
Film ini memadukan kisah personal Musa dengan latar sejarah yang penuh ketegangan. Selain tokoh-tokoh nyata, terdapat tokoh fiktif yang sengaja dibuat untuk memperkuat pesan tentang perdamaian, persahabatan, dan kemanusiaan di tengah perang.
Rekomendasi film terakhir adalah “Perburuan” yang tayang perdana pada 2019 lalu. Film ini merupakan film adaptasi dari novel berjudul sama karya Pramoedya Ananta Toer yang berlatar masa pendudukan Jepang di Indonesia.
Film ini mengisahkan kondisi setelah kegagalan tentara Pembela Tanah Air (PETA) dalam melawan tentara Jepang di Indonesia. Kekalahan itu membuat Hardo, seorang pemuda yang pernah menjadi komandan perjuangan, harus bersembunyi setelah dituduh berkhianat.
Dalam pelariannya, Hardo kembali ke kampung halamannya di Blora, Jawa Tengah. Ia tidak bisa berkeliaran bebas karena sedang diburu oleh tentara Jepang yang menganggapnya sebagai musuh negara.
Hardo berusaha membersihkan namanya sambil tetap menghindari kejaran pihak berwenang. Di tengah situasi genting, ia juga dihadapkan pada dilema antara bertahan hidup atau kembali mengangkat senjata.
Film ini memadukan unsur drama dan ketegangan dengan latar sejarah yang kuat. Konflik batin Hardo menjadi sorotan utama, menggambarkan sisi manusiawi seorang pejuang yang terjebak di antara idealisme dan realitas.
Demikianlah rekomendasi film untuk menemani peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus lengkap dengan sinopsisnya. Selamat menonton!