Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan () melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulsel telah membangun 1.657 unit apartemen ikan selama tahun 2025 untuk pengembangan kawasan perikanan rakyat. Ribuan apartemen ikan itu diproyeksikan menghasilkan nilai ekonomi Rp 209 miliar dalam satu dekade atau 10 tahun.
Apartemen ikan itu ditempatkan pada 13 titik lokasi di Sulsel, yakni Makassar, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba, Sinjai, Kepulauan Selayar, Pangkep, Barru, Pulau Panikiang (Barru), Pinrang, Luwu Timur, dan Palopo. Program ini akan mencakup luasan total sekitar 11 hektare di sejumlah wilayah pesisir Sulsel.
Beberapa lokasi apartemen ikan seperti Pulau Panikiang, Selayar, dan Sinjai memiliki potensi ekologi tinggi. Sementara kawasan Pangkep, Takalar, dan Makassar berfokus pada penguatan produktivitas nelayan.
Kepala DKP Sulsel M Ilyas mengatakan, penyediaan apartemen ikan efektif sebagai habitat buatan yang mampu menarik ikan untuk berkembang biak dan berkumpul. Kehadirannya mempermudah nelayan dalam melakukan penangkapan.
“Apartemen ikan ini mempersingkat waktu nelayan untuk mencari ikan. Dengan titik-titik baru yang produktif, nelayan bisa menghemat BBM, menekan biaya operasional, dan meningkatkan pendapatan,” ujar Ilyas dalam keterangannya, Minggu (7/12/2025).
Ilyas melanjutkan, apartemen ikan juga mengurangi tekanan penangkapan di area sensitif seperti terumbu karang alami, sehingga berkontribusi langsung pada pelestarian ekosistem laut. Pemasangan 1.657 unit modul ini dilakukan dengan memperhatikan kondisi oseanografi, kedalaman, substrat dasar perairan, serta pola arus di masing-masing lokasi.
Setiap unit dirancang agar mampu menciptakan ruang perlindungan bagi ikan dan biota laut. Apartemen ikan menjadi tempat bertelur (spawning ground) dan pembesaran (nursery ground), meningkatkan keanekaragaman hayati (biodiversity), serta mendorong tumbuhnya terumbu karang buatan sebagai penyangga ekologis.
Ilyas memproyeksikan 1 modul apartemen ikan rata-rata menghasilkan 40-90 kg ikan/bulan atau 500-1.000 kg/tahun per modul. Dengan catatan, tidak seluruh ikan dipanen atau diasumsikan 60% dari biomassa bisa ditangkap tanpa merusak fungsi ekosistem.
Dengan harga rata-rata campuran tuna, kakap, kerapu, tongkol, dan pelagis kecil sebesar Rp 35.000/kg, maka produksi bersih per modul per tahun 600 kg x 60% = 360 kg modul/tahun. Sehingga jika 1.657 modul apartemen ikan yang dibangun, maka menghasilkan sekitar 596 ton ikan per tahun.
Artinya nilai ekonomi yang dihasilkan mencapai Rp 20,9 miliar per tahun. Apalagi apartemen ikan ini bersifat jangka panjang dengan usia pakai 7-15 tahun, maka dalam waktu 5 tahun bisa menghasilkan nilai ekonomi Rp 104,3 miliar atau Rp 208,7 miliar (setara Rp 290 miliar) dalam waktu 10 tahun.
Ilyas melanjutkan, pembangunan apartemen ikan bagian dari implementasi Roadmap Ekonomi Biru Sulsel 2025-2045. Hal ini menempatkan pemulihan ekosistem dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir sebagai pilar utama pembangunan sektor kelautan.
“Untuk perencanaan tahun 2026, akan dilakukan pendampingan pemanfaatan apartemen dan pemeliharaan, agar pemanfaatan apartemen ikan berjalan optimal, DKP Provinsi Sulsel menggandeng Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas), pemerintah kabupaten/kota, dan komunitas lokal untuk melakukan pengawasan dan perawatan berkala,” papar Ilyas.
Program ini sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto untuk meningkatkan ekonomi biru. Tujuan apartemen ikan adalah membantu nelayan meningkatkan hasil tangkapan dengan cara menghadirkan rumah ikan buatan di laut sebagai tempat berlindung, berkembang biak, dan berkumpulnya ikan.
“Apartemen ikan ini adalah aset bersama. Kita perlu menjaganya secara gotong royong agar manfaatnya dirasakan hingga puluhan tahun ke depan,” tambah Ilyas.
Program ini telah memberikan manfaat langsung bagi kelompok nelayan kecil di sejumlah daerah. Nelayan kini dapat menangkap ikan lebih dekat dari garis pantai, mengurangi risiko cuaca buruk, dan mendapatkan hasil tangkapan yang lebih stabil.
“Dulu kami harus melaut jauh dan lama untuk mencari ikan. Sekarang lebih cepat dapat ikan, dan ongkos bbm berkurang banyak,” ucap salah seorang nelayan dari Kabupaten Bulukumba, Abdul Gaffar.







